A. Kurikulum Dalam Budaya Masa Kini
Budaya
sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah
satunya adalah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik
pola-pola hubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992)
telah mengidentifikasi lima bentuk budaya guru, yaitu : Individualism,
Balkanization, Contrived Collegiality, Collaboration, dan Moving
Mosaic.
1.
Individualism. Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya sebagian besar guru
bekerja secara sendiri-sendiri (soliter), mereka menjadi tersisolasi dalam
ruang kelasnya, dan hanya sedikit kolaborasi, sehingga kesempatan pengembangan
profesi melalui diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi sangat
terbatas.
2.
Balkanization. Bentuk budaya yang kedua ini ditandai
dengan adanya sub-sub kelompok secara terpisah yang cenderung saling bersaing
dan lebih mementingkan kelompoknya daripada mementingkan sekolah secara keseluruhan.
Misalnya, hadirnya kelompok guru senior dan guru junior atau kelompok-kelompok
guru berdasarkan mata pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi jarang terjadi dan
kurang adanya kesinambungan dalam memantau perkembangan perilaku siswa, bahkan
cenderung mengabaikannya.
3.
Contrived Collegiality. Bentuk budaya yang ketiga ini
sudah terjadi kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan
prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan keputusan, serta
pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini sangat
bermanfaat untuk masa-masa awal dalam membangun hubungan kolaboratif para guru.
Kendati demikian, pada buaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena
untuk membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.
4.
Collaboration. Pada
budaya inilah guru dapat memilih secara bebas dan saling mendukung dengan
didasari saling percaya dan keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat
saling keterpaduan (intermixing) antara kehidupan pribadi dengan
tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas
perbedaan.
Moving Mosaic.
Pada model ini sekolah sudah menunjukkan karakteristik seperti apa yang
disampaikan oleh Senge (1990) tentang “learning organisation”. Para guru
sangat fleksibel dan adaptif, semua guru mengambil peran, bekerja secara
kolaboratif dan reflektif, serta memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan
secara berkesinambungan.
a. Kurikulum Untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Kurikulum tidak dapat berubah terlalu banyak, karena
perubahan yang terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai
kelompok umur yang dididik dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang
satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya
mendorong perubahan kurikulum adalah sain dan penggunaannya dalam teknologi.
Sekolah sekarang mesti mendidik siswa-siswanya sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat
diramalkan yang pasti akan terjadi dalam masa hidup meraka. Sebagaimana
dikatakan Margaret Mead, ”Tidak seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di
dunia seperti waktu ia dilahirkan, dan tidak seorangpun akan mati di dunia
seperti waktu ia bekerja ketika ia dewasa”.
1). Kurikulum Menurut Kaum Progresif
Para pendidik progresif mempertahankan
bahwa untuk menyesuaikan pendidikan dengan umum dan khusus kepada kebudayaan
masa kini. Dari pendidikan umum siswa-siswa harus mendapatkan latihan
intelektual dan pengetahuan dasar yang diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan
sekarang dan perubahan-perubahan masa depan. Dari kurikulum umum, dia harus
memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak absolut tetapi agak terbuka terhadap
revisi-revisi, berdasarkan hirarki ini dia akan dapat memutuskan apakah akan
menerima baik, menyetujui, atau menolak perubahan tertentu. Umpamanya, dia
harus membentuk standarnya sendiri tentang moralitas umum dan pribadinya
sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan dengan kebudayaan masa kini,
tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana
menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar
teknik-teknik bagaimana mengambil keputusan.
Usul golongan progresif ialah dengan
menggunakan pendekatan sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan
melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld,
telah mengusulkan, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan
manusia dalam tiga bidang budaya yaitu yang pertama famili, sex, dan hubungan
orang demi orang. Yang kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok
status, dan yang ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan
keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi daripada
kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen
yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari kebudayaan.
2). Kurikulum Menurut Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam
masa-masa perubahan yanag cepat pendidikan harus bertindak sebagai kekuatan
yang menstabilkan. Menurut kaum konservatif, kekacauan yang ada dalam
kebudayaan kita tidak dapat menjadi alasan untuk membingungkan anak-anak. Makin
cepat tingkat perubahan, anak-anak semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan
prinsip-prinsip yang secara radikal tidak perlu berubah, betapa banyakpun dia
ditambah atau disaring. Menyelaraskan anak terhadap perubahan dengan menggunakan
sebuah fokus pada masalah-masalah masa kini mempunyai kelemahan–kelemahan
antara lain hal tersebut bersifat selektis, menguntungkan kurikulum pada
keadaan kebudayaan dan bukan para prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang
berharga dipelajari dari kebudayaan. Akhirnya dengan menjadikan sekolah sebagai
”sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini”, sekolah akan membuka dirinya
bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang bersaingan.
Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong
orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika
ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai
elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi
problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat diselesaikan oleh metode-metode
khusus yang tepat. Pengikut konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui
tahap-tahap yang berbeda.
B. Guru Dalam Perspektif Kebudayaan
Birokratisasi
yang berlebihan dalam dunia pendidikan telah menyebabkan guru kehilangan
otoritasnya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Selama ini guru hanya
dijadikan operator dalam pendidikan karena materi yang harus diajarkan seorang
guru telah diatur rigid dalam kurikulum, buku-buku pelajaran yang akan
dipergunakan ditentukan dari atas, bahkan kewenangan guru untuk melakukan
evaluasi terhadap anak didiknya dirampas.
1. Status
Guru
Penduduk yang lebih terdidik
memerlukan guru-guru yang lebih terlatih dan terspesialisasi dan lebih penting
bagi masyarakat, mengajar menjadi makin profesional, karena sekarang guru-guru
mesti lebih berpengetahuan dan lebih sadar akan tanggung jawab mereka terhadap
masyarakat. Sebuah profesi harus mengawasi tidak hanya latihan anggota-anggota
tetapi juga tingkah laku anggota-anggota tersbut. Seorang profesional
seharusnya juga sangup membuat keputusan-keputusan penting. Dewan pendidiakn,
biasanya memutuskan mata pelajaran apa yang akan diajarkan dan dengan texbook
apa, dan sangat sering kepala sekolah menaikkan dan menentukan kelas
murid-murid. Kebebasan guru-guru juga dibatasi oleh berbagai spesialis
pendidikan, seperti conselor, pengawas dan pelaksana statis. Lumrah apabila
pendidik ingin meningkatkan standing profesional mereka . Salah satu cara ialah
dengan memiliki suara yang lebih besar dalam memilih kolega mereka. Yang lain
adalah dengan memperbaiki kualitas guru-guru.
2. Otoritas Guru
Satu cara untuk mengangkat prestasi dan
otoritas guru ialah menarik makin banyak laki-laki dalam protesi guru, teristinmewa di tingkat
sekolah dasar. Cara yang lain adalah dengan memperpendek jam kerja sehingga
orang laki-laki bisa memakai waktu lebih banyak di rumah. Keduanya harus
mengarah kepada kebangkitan kembali otoritas laki-laki, tidak hanya di sekolah
tetapi juga dalam keluarga.
Inti dari masalah yang pertama
adalah dalam kebudayaan yang berubah sangat cepat untuk mengerahuai pengetahuan
dan keterampilan apa yang harus di anjarkan, karena lebih kurang dari beberapa
hari apa yang di berikan kepada generasi siswa tertentu mungkin tidak lagi
penting bagi kebudayaan sepuluh tahun yang akan datang. Yang kedua adalah bahwa
peningkata kompleksitas kebudayaan masa kini secara cepat telah merubahkita
semuamenjadi spesialis-spesialis dengan sedikit pengetahuan mengenai bidang
lain di luar spesialisasri kita sendiri yang ketiga adalah kebutuhan untuk
meningkatkan derajat anak-anak dari keluarga-keluarga yang miskin.
Perkembangan juga melibatkan
otoritas dan kebudayaan guru-guru. Alasan fundamental mengapa kebudayaan guru
relatif rendah di bandingkan dengan pentingnya pekerjaan secara sosial adalah secara umum kebudayaan kita sementara
menghormati pengetahuan, namun tidak mengakui guru sebagai salah satu agen
utamanya. Jarang di hargai untuk keunggulannya sejajar dengan kedudiukan lain
yang sebanding dan karena itu kekurangan
manifestasi guru sukses yang dapat di lihat guru secara salah di anggap kurang
jasanya. Ironisnya cara yang terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah melalui
pendidikan itu sendiri yaitu memperlihatkan kepentingan yang lebih besar dari
peran budaya dari sistem pendidikan kita dan mnenyediakan penghargaan yang
lebih besar bagi mereka yang mempunyai perhatian terhadap itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar