Label

Selasa, 24 Januari 2012

ANTROPOLOGI PENDIDIKAN


A.    Kurikulum Dalam Budaya Masa Kini
Budaya sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah satunya adalah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik pola-pola hubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992) telah mengidentifikasi lima bentuk budaya guru, yaitu : Individualism, Balkanization, Contrived Collegiality, Collaboration, dan Moving Mosaic.
1.    Individualism. Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya sebagian besar guru bekerja secara sendiri-sendiri (soliter), mereka menjadi tersisolasi dalam ruang kelasnya, dan hanya sedikit kolaborasi, sehingga kesempatan pengembangan profesi melalui diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi sangat terbatas.
2.    Balkanization. Bentuk budaya yang kedua ini ditandai dengan adanya sub-sub kelompok secara terpisah yang cenderung saling bersaing dan lebih mementingkan kelompoknya daripada mementingkan sekolah secara keseluruhan. Misalnya, hadirnya kelompok guru senior dan guru junior atau kelompok-kelompok guru berdasarkan mata pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi jarang terjadi dan kurang adanya kesinambungan dalam memantau perkembangan perilaku siswa, bahkan cenderung mengabaikannya.
3.    Contrived Collegiality. Bentuk budaya yang ketiga ini sudah terjadi kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan keputusan, serta pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini sangat bermanfaat untuk masa-masa awal dalam membangun hubungan kolaboratif para guru. Kendati demikian, pada buaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena untuk membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.
4.    Collaboration. Pada budaya inilah guru dapat memilih secara bebas dan saling mendukung dengan didasari saling percaya dan keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat saling keterpaduan (intermixing) antara kehidupan pribadi dengan tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas perbedaan.
Moving Mosaic. Pada model ini sekolah sudah menunjukkan karakteristik seperti apa yang disampaikan oleh Senge (1990) tentang “learning organisation”. Para guru sangat fleksibel dan adaptif, semua guru mengambil peran, bekerja secara kolaboratif dan reflektif, serta memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
a. Kurikulum Untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Kurikulum tidak dapat berubah terlalu banyak, karena perubahan yang terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur yang dididik dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah sain dan penggunaannya dalam teknologi. Sekolah sekarang mesti mendidik siswa-siswanya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan terjadi dalam masa hidup meraka. Sebagaimana dikatakan Margaret Mead, ”Tidak seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di dunia seperti waktu ia dilahirkan, dan tidak seorangpun akan mati di dunia seperti waktu ia bekerja ketika ia dewasa”.
1). Kurikulum Menurut Kaum Progresif
Para pendidik progresif mempertahankan bahwa untuk menyesuaikan pendidikan dengan umum dan khusus kepada kebudayaan masa kini. Dari pendidikan umum siswa-siswa harus mendapatkan latihan intelektual dan pengetahuan dasar yang diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan sekarang dan perubahan-perubahan masa depan. Dari kurikulum umum, dia harus memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak absolut tetapi agak terbuka terhadap revisi-revisi, berdasarkan hirarki ini dia akan dapat memutuskan apakah akan menerima baik, menyetujui, atau menolak perubahan tertentu. Umpamanya, dia harus membentuk standarnya sendiri tentang moralitas umum dan pribadinya sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan dengan kebudayaan masa kini, tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar teknik-teknik bagaimana mengambil keputusan.
Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengusulkan, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan manusia dalam tiga bidang budaya yaitu yang pertama famili, sex, dan hubungan orang demi orang. Yang kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, dan yang ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari kebudayaan.
2). Kurikulum Menurut Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam masa-masa perubahan yanag cepat pendidikan harus bertindak sebagai kekuatan yang menstabilkan. Menurut kaum konservatif, kekacauan yang ada dalam kebudayaan kita tidak dapat menjadi alasan untuk membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat perubahan, anak-anak semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip yang secara radikal tidak perlu berubah, betapa banyakpun dia ditambah atau disaring. Menyelaraskan anak terhadap perubahan dengan menggunakan sebuah fokus pada masalah-masalah masa kini mempunyai kelemahan–kelemahan antara lain hal tersebut bersifat selektis, menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan para prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari kebudayaan. Akhirnya dengan menjadikan sekolah sebagai ”sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini”, sekolah akan membuka dirinya bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang bersaingan.  
Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang berbeda.

B.    Guru Dalam Perspektif Kebudayaan
Birokratisasi yang berlebihan dalam dunia pendidikan telah menyebabkan guru kehilangan otoritasnya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Selama ini guru hanya dijadikan operator dalam pendidikan karena materi yang harus diajarkan seorang guru telah diatur rigid dalam kurikulum, buku-buku pelajaran yang akan dipergunakan ditentukan dari atas, bahkan kewenangan guru untuk melakukan evaluasi terhadap anak didiknya dirampas.
     1. Status Guru
Penduduk yang lebih terdidik memerlukan guru-guru yang lebih terlatih dan terspesialisasi dan lebih penting bagi masyarakat, mengajar menjadi makin profesional, karena sekarang guru-guru mesti lebih berpengetahuan dan lebih sadar akan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat. Sebuah profesi harus mengawasi tidak hanya latihan anggota-anggota tetapi juga tingkah laku anggota-anggota tersbut. Seorang profesional seharusnya juga sangup membuat keputusan-keputusan penting. Dewan pendidiakn, biasanya memutuskan mata pelajaran apa yang akan diajarkan dan dengan texbook apa, dan sangat sering kepala sekolah menaikkan dan menentukan kelas murid-murid. Kebebasan guru-guru juga dibatasi oleh berbagai spesialis pendidikan, seperti conselor, pengawas dan pelaksana statis. Lumrah apabila pendidik ingin meningkatkan standing profesional mereka . Salah satu cara ialah dengan memiliki suara yang lebih besar dalam memilih kolega mereka. Yang lain adalah dengan memperbaiki kualitas guru-guru.

2. Otoritas Guru
      Satu cara untuk mengangkat prestasi dan otoritas guru ialah menarik makin banyak laki-laki  dalam protesi guru, teristinmewa di tingkat sekolah dasar. Cara yang lain adalah dengan memperpendek jam kerja sehingga orang laki-laki bisa memakai waktu lebih banyak di rumah. Keduanya harus mengarah kepada kebangkitan kembali otoritas laki-laki, tidak hanya di sekolah tetapi juga dalam keluarga.
Inti dari masalah yang pertama adalah dalam kebudayaan yang berubah sangat cepat untuk mengerahuai pengetahuan dan keterampilan apa yang harus di anjarkan, karena lebih kurang dari beberapa hari apa yang di berikan kepada generasi siswa tertentu mungkin tidak lagi penting bagi kebudayaan sepuluh tahun yang akan datang. Yang kedua adalah bahwa peningkata kompleksitas kebudayaan masa kini secara cepat telah merubahkita semuamenjadi spesialis-spesialis dengan sedikit pengetahuan mengenai bidang lain di luar spesialisasri kita sendiri yang ketiga adalah kebutuhan untuk meningkatkan derajat anak-anak dari keluarga-keluarga yang miskin.
Perkembangan juga melibatkan otoritas dan kebudayaan guru-guru. Alasan fundamental mengapa kebudayaan guru relatif rendah di bandingkan dengan pentingnya pekerjaan secara sosial  adalah secara umum kebudayaan kita sementara menghormati pengetahuan, namun tidak mengakui guru sebagai salah satu agen utamanya. Jarang di hargai untuk keunggulannya sejajar dengan kedudiukan lain yang sebanding dan karena  itu kekurangan manifestasi guru sukses yang dapat di lihat guru secara salah di anggap kurang jasanya. Ironisnya cara yang terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah melalui pendidikan itu sendiri yaitu memperlihatkan kepentingan yang lebih besar dari peran budaya dari sistem pendidikan kita dan mnenyediakan penghargaan yang lebih besar bagi mereka yang mempunyai perhatian terhadap itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar