Label

Selasa, 24 Januari 2012

HUKUM PENDIDIKAN


A.    Pengertian Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Landasan hukum seorang guru adalah surat keputusan pengangjatannya menjadi seorang guru.
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Hukum atau aturan baku tidak selalu dalam bentuk tertulis melainkan ada yang bentuk lisan seperti halnya hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang diturunkan masyarakat secara lisan dan turun - temurun yang merupakan kebiasaan yang sangat kuat mengikat masyarakat.
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan
Kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh hukum antara lain adalah calon siswa SD tidak harus lulus TK, masyarakat harus membantu pembiayaan pendidikan, pendidikan menengah mempersiapkan para siswa untuk masuk ke perguruan tinggi dan menjadi anggota masyarakat yang baik, ada kerjasama yang baik antara sekolah dengan masyarakat dalam membina pendidikan dan sebagainya.    

B.     Pendidikan Menurut Undang – Undang Dasar 1945
Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan hanya 2 pasal yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berbunyi “Tiap – tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan ayat 2 berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang – undang.
Pasal ini mengharuskan pemerintah mengadakan satu sistem pendidikan nasional, untuk memberi kepada setiap warga negara mendapatkan pendidikan. Kalau karena suatu hal seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar, maka mereka dapat menuntut hak kepada pemerintah.
Pasal 32 para Undang – Undang Dasar itu berbunyi “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Pasal ini berhubungan dengan pendidikan karena pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Seperti kita telah ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan berkembang bila budidaya manusia ditingkatkan.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. Sudah dikatakan diatas bila pendidikan maju maka kebudayaan akan maju. Begitu pula halnya jika kebudayaan maju maka pendidikan juga akan ikut maju. Untuk mensukseskan atau meningkatkan pendidikan dan kebudayaan maka pendidik dan masyarakat umum bersikap positif yaitu dengan cara :
a.       Memberi dorongan kepada peserta didik dan warga agar tetap belajar terus menerus.
b.      Mengurangi beban kerja anak – anak, manakala mereka harus membentu meringankan beban ekonomi orang tuanya.
c.       Membantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat-alat belajar dirumah untuk merangsang kemauan  belajar anak-anak.
d.      Membantu membiayai pendidikan.
e.       Mengizinkan anak pindah sekolah, bila ternyata sekolah semula sudah tidak dapat menampung.
f.       Bila diperlukan, membentu menyiapkan gedung untuk lokal belajar.
g.      Mengizinkan pesrta didik dan warga belajar magang di perusahaan-perusahaan dan perdagangan-perdagangan.
h.      Responsif terhadap kegiatan-kegiatan sekolah, terutama yang dilaksanakan di masyarakat.
i.        Bersedia menjadi nara sumber untuk keterampilan-keterampilan tertentu, yang banyak dibutuhkan pada pendidikan dasar  tingkat-tingkat akhir.
j.        Bersedia menjadi orang tua angkat atau orng tua asuh bagi anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua, atau orangnya tidak mampu membiayai anak-anaknya.
C.    Ketentuan Pidana Pendidikan Menurut UU No.20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS.  
1.      Pasal 21 ayat 1,2,4 dan 5
Ayat 1    : Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
Ayat 2    : Perseorangn, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, dan vokasi.
Ayat 4    :  Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Ayat 5    :  Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat a atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
2.      Pasal 23 ayat 1 dan 2
Ayat 1    :  Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 2    :  Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
3.      Pasal 24 ayat 1
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan


4.      Pasal 25 ayat 2
Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
5.      Pasal 31 ayat 3
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
6.      Pasal 62 ayat 1
Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
7.      Pasal 67
Ayat 1    : Perseorangan, organisasi, atau penyelenggaraan pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lamasepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat 2    : Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi pidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat 3    :  Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat 4    :  Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
8.      Pasal 68
Ayat 1    :  Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat 2    :  Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat 3    : Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaiman dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Ayat 4    : Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan pasal 23 ayat 1 dan/atau ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
9.      Pasal 69
Ayat 1    :  Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat 2    :  Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat 2 dan ayat 3 yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
10.  Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat 2 terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
11.  Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 1 dipidana dengan pidana penjarapaling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

D.    Jenis atau Contoh Hukum Pendidikan
1.      BHP (Badan Hukum Pendidikan)
BHP adalah badan hukum bagi penyelenggaraan dan/atau satuan pendidikan formal, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
a.       Tujuan BHP?
Mewujudkan kemandirian dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan tinggi, sehingga tumbuh dan berkembang kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas.
b.      Prinsip pengelolaan BHP?
1)       Nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya bukan mencari sisa lebih, sehingga apabila timbul sisa lebih hasil usaha dari kegiatan BHP, maka seluruh sisa lebih hasil kegiatan tersebut harus ditanamkan kembali ke dalam BHP untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan
2)       Otonom, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik;
3)       Akuntabel, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4)       Transparan, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan peraturan perundangundangan, dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan;
5)       Penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, serta meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan;
6)       Layanan prima, yaitu orientasi dan komitmen untuk memberikan layanan pendidikan formal yang terbaik, demi kepuasan pemangku kepentingan, terutama peserta didik;
7)       Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan pelayanan pendidikan kepada calon peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender, status sosial agama, dan status sosial serta kemampuan ekonomi;
8)       Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis, dan budaya masingmasing;
9)       Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan formal kepada peserta didik secara terus menerus, dengan menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan tersebut;
10)    Partisipasi atas tanggungjawab negara, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang sesungguhnya merupakan tanggungjawab negara.
c.       Syarat pendirian BHP
1)       Mempunyai tujuan di bidang pendidikan formal;
2)       Mempunyai struktur organisasi;
3)       Mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri; dan
4)       Mempunyai organ penentu kebijakan umum tertinggi.
d.      Bentuk BHP?
BHP terdiri atas BHP yang didirikan Pemerintah yang disebut Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP), BHP yang didirikan oleh Pemerintah Daerah yang disebut Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD), serta BHP yang didirikan oleh masyarakat yang disebut Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM).
Sekolah/madrasah yang didirikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat berbentuk BHP, sedangkan sekolah/madrasah yang didirikan masyarakat berbentuk BHP. Perguruan tinggi yang didirikan oleh Pemerintah, termasuk Badan Hukum Milik Negara, maupun yang didirikan oleh masyarakat berbentuk BHP. Yayasan, perkumpulan, dan badan hukum lain yang sejenis diakui sebagai BHP, dengan penyesuaian tata kelolanya pada tata kelola BHP.
e.       Apakah BHP mengarah pada komersialisasi dan privatisasi?
1)       UU Sisdiknas menegaskan bahwa BHP berprinsip nirlaba yang berarti semua sisa lebih dari kegiatan yang dilakukan BHP, harus dikembalikan untuk kepentingan pengelolaan satuan pendidikan di dalam BHP.
2)       Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas menjamin alokasi 20 persen dari APBN dan APBD untuk mendanai pendidikan, sehingga pemerintah tidak lepas tanggungjawab dan akan tetap mendanai penyelenggaraan pendidikan.
3)       Pemerintah dan pemerintah daerah menanggung seluruh biaya operasional, investasi, bahkan beasiswa dan bantuan biaya pendidikan BHP yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar. Selain itu, Pemerintah dan pemerintah daerah menanggung sekurang-kurangnya dua pertiga biaya operasional, investasi, beasiswa serta bantuan biaya pendidikan BHP yang menyelenggarakan pendidikan menengah dan tinggi.
4)       Peserta didik menanggung paling banyak satu per tiga dari biaya operasional BHP, berdasarkan keadilan proporsional yaitu membayar berdasarkan kemampuan orang tua/diri sendiri/pihak yang membiayainya.
5)       BHP wajib menyediakan beasiswa dan bantuan biaya pendidikan bagi paling sedikit 20% dari jumlah peserta didik di dalam satuan pendidikan yang dikelolanya. Dana untuk beasiswa dan bantuan biaya pendidikan ini ditanggung oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
6)       Peraturan Sekolah
7)       Peraturan disekolah tidak boleh menyimpang dari undang - undang hukum karena bila menyimpang sekolah tersebut akan dituntut. Sebagai contoh peraturan yang menggunakan tanda tangan dari peserta didika yang masih dibawah umur.  

E.     Peraturan Pemerintah Tentang Pendidikan dan GBHN 1993
1.      PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah
Bunyi pasal 2 pada PP tersebut berbunyi “pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar”. Bentuk pendidikannya adalah TK, Kelompok bermain, penitipan anak, dan bentuk lainyang ditetapkan pemerintah.
2.      PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
Bunyi pasal 4 pada PP tersebut berbunyi “Bagian pertam pendidikan dasar dengan program 6 tahun pertama adalah sekolah dasar dan sekolah dasar luar biasa”. Sementara bagian kedua dengan program 3 tahun adalah sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat pertama luar biasa.
3.      PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
a.       Pasal 1
Bentuk pendidikan menengah :
1)      Sekolah Menengah Umum
2)      Sekolah Menengah Kejuruan
3)      Sekolah Menengah Keagamaan
4)      Sekolah Menengah Kedinasan
5)      Sekolah Menengah Luar Biasa
b.      Pasal 2 :
Sekolah menengah dapat menjabarkan dan menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas sekolah menengah yang bersangkutan dengan tidakmengurangi keilmuan yang berlaku secara nasional.
4.      PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi
a.       Pasal 13 ayat 1
Penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai sasaran program studi.
b.      Pasal 25 ayat 1
Gelar Doktor Kehormatan dapat diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan, atau kemanusiaan.

F.     Dampak Konsep Pendidikan
1.      Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dengan pendidikan profesionalisme.

2.      Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan suatu teori tetapi juga mempelajari dan mempratekkan semua hal yang akan dikerjakan dilapangan.
3.      Sebagai konsekuensi dari beragamnya bakat dan kemampuan para siswa serta dibutuhkan tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4.      Merealisasikan terwujudnya pengembangan manusia indonesia seutuhnya, seperti yang dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional, diperlukan perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi, dan psikomotor, aspek afeksi peserta didik juga dinilai dan diberi skor.
5.      Pendidikan humaniora termasuk pendidikan moral pancasila dan atau penataran P4 perlu lebh menekankan pelaksanaan dalam kehidupan sehari – hari, baik disekolah maupun dikampus, daripada pemahaman dan hafalan materi bidang studi itu.
6.      Isi kurikulum muatan lokal dapat dipilih satu aau beberapa dari hal-hal berikut :
a.       Memperkenalkan dan membiasakan melaksanakan norma-norma daerah setempat.
b.      Memakai alat-alat peraga, alat-alat belajar, atau media pendidikan yang ada didaerah itu.
c.       Mengambil contoh-contoh pelajaran yang ada atau sesuai dengan keadaan dan kegiatan diwilayah itu.
d.      Menerapkan teori-teori yang cocok dengan kebutuhan atau kegiatan diwilayah itu.
e.       Peserta didik diberi kesempatan berpartisipasi dan berproduksi pada usaha-usaha di daerah.
f.       Keterampilan anak-anak yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja di daerah itu.
g.      Anak-anak diikutsertakan dalam memecahkan masalah masyarakat setempat.
h.      Bidang studi baru yang cocok dengan kebutuhan daerah itu.
7.      Para ahli atau peneliti yang melakukan uji coba ataumeneliti di pendidikan dasar, haknya dijaminoleh PPRI Nomor 28 Tahun 1990 Pasal 30 dalam kaitannya dengan upaya memperbaiki pendidikan.
8.      Dalam kaitannya dengan memajukan kerjasama antara sekolah dengan pihak luar/masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan perlu diadakan bentuk badan kerjasama,contoh : HUMAS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar