A.
Pengertian Landasan
Hukum
Kata landasan dalam hukum
berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Landasan hukum seorang guru
adalah surat keputusan pengangjatannya menjadi seorang guru.
Sementara itu kata hukum dapat
dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Hukum atau aturan baku tidak
selalu dalam bentuk tertulis melainkan ada yang bentuk lisan seperti halnya
hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang diturunkan masyarakat secara lisan dan
turun - temurun yang merupakan kebiasaan yang sangat kuat mengikat masyarakat.
Landasan hukum dapat diartikan
peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan
Kegiatan pendidikan yang
dilandasi oleh hukum antara lain adalah calon siswa SD tidak harus lulus TK,
masyarakat harus membantu pembiayaan pendidikan, pendidikan menengah
mempersiapkan para siswa untuk masuk ke perguruan tinggi dan menjadi anggota
masyarakat yang baik, ada kerjasama yang baik antara sekolah dengan masyarakat
dalam membina pendidikan dan sebagainya.
B. Pendidikan Menurut Undang – Undang Dasar
1945
Pasal – pasal yang
bertalian dengan pendidikan hanya 2 pasal yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31
ayat 1 berbunyi “Tiap – tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan ayat
2 berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang – undang.
Pasal ini
mengharuskan pemerintah mengadakan satu sistem pendidikan nasional, untuk
memberi kepada setiap warga negara mendapatkan pendidikan. Kalau karena suatu
hal seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan
belajar, maka mereka dapat menuntut hak kepada pemerintah.
Pasal 32 para Undang
– Undang Dasar itu berbunyi “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional
Indonesia”. Pasal ini berhubungan dengan pendidikan karena pendidikan adalah
bagian dari kebudayaan. Seperti kita telah ketahui bahwa kebudayaan adalah
hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan berkembang bila budidaya manusia
ditingkatkan.
Kebudayaan dan
pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. Sudah dikatakan diatas bila pendidikan
maju maka kebudayaan akan maju. Begitu pula halnya jika kebudayaan maju maka
pendidikan juga akan ikut maju. Untuk mensukseskan atau meningkatkan pendidikan
dan kebudayaan maka pendidik dan masyarakat umum bersikap positif yaitu dengan
cara :
a. Memberi dorongan kepada peserta
didik dan warga agar tetap belajar terus menerus.
b. Mengurangi beban kerja anak – anak,
manakala mereka harus membentu meringankan beban ekonomi orang tuanya.
c. Membantu menyiapkan lingkungan belajar dan
alat-alat belajar dirumah untuk merangsang kemauan belajar anak-anak.
d. Membantu membiayai pendidikan.
e. Mengizinkan anak pindah sekolah, bila
ternyata sekolah semula sudah tidak dapat menampung.
f. Bila diperlukan, membentu menyiapkan
gedung untuk lokal belajar.
g. Mengizinkan pesrta didik dan warga belajar
magang di perusahaan-perusahaan dan perdagangan-perdagangan.
h. Responsif terhadap kegiatan-kegiatan
sekolah, terutama yang dilaksanakan di masyarakat.
i.
Bersedia
menjadi nara sumber untuk keterampilan-keterampilan tertentu, yang banyak
dibutuhkan pada pendidikan dasar
tingkat-tingkat akhir.
j.
Bersedia
menjadi orang tua angkat atau orng tua asuh bagi anak-anak yang sudah tidak
memiliki orang tua, atau orangnya tidak mampu membiayai anak-anaknya.
C. Ketentuan Pidana Pendidikan Menurut UU
No.20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS.
1. Pasal 21 ayat 1,2,4 dan 5
Ayat 1 : Perguruan
tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak
menyelenggarakan pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi,
atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
Ayat 2 : Perseorangn,
organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang
memberikan gelar akademik, profesi, dan vokasi.
Ayat 4 : Penggunaan
gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan
dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Ayat 5 : Penyelenggara
pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam
ayat a atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dikenakan sanksi administratif
berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
2.
Pasal 23 ayat 1 dan 2
Ayat 1 : Pada
universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau
profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 2 : Sebutan
guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih
aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
3. Pasal 24 ayat 1
Dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan
tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi
keilmuan
4. Pasal 25 ayat 2
Lulusan perguruan
tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi,
atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
5. Pasal 31 ayat 3
Pendidikan jarak
jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung
oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu
lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
6. Pasal 62 ayat 1
Setiap satuan
pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah
atau Pemerintah Daerah.
7. Pasal 67
Ayat
1 : Perseorangan,
organisasi, atau penyelenggaraan pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat
kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan
pidana penjara paling lamasepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat
2 : Penyelenggara
perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan pasal 21 ayat (5) dan
masih beroperasi pidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat
3 : Penyelenggara
pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar
Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat
4 : Penyelenggara
pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
8.
Pasal 68
Ayat 1 : Setiap orang yang
membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,
dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat 2 : Setiap orang yang
menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau
vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan
dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat 3 : Setiap orang yang
menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan
diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaiman dimaksud dalam
pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Ayat 4 : Setiap orang yang
memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan
pasal 23 ayat 1 dan/atau ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
9.
Pasal 69
Ayat 1 : Setiap orang yang
menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau
vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Ayat 2 : Setiap orang yang dengan
sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 61 ayat 2 dan ayat 3 yang terbukti palsu dipidana dengan
pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
10.
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk
mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 25 ayat 2 terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara
paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
11.
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa
izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
1 dipidana dengan pidana penjarapaling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
D.
Jenis atau Contoh Hukum
Pendidikan
1.
BHP (Badan Hukum Pendidikan)
BHP adalah badan hukum bagi penyelenggaraan dan/atau
satuan pendidikan formal, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada
peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri
untuk memajukan satuan pendidikan.
a.
Tujuan BHP?
Mewujudkan kemandirian dalam penyelenggaraan pendidikan,
dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan
menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan tinggi, sehingga
tumbuh dan berkembang kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas.
b.
Prinsip pengelolaan BHP?
1) Nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya bukan mencari
sisa lebih, sehingga apabila timbul sisa lebih hasil usaha dari kegiatan BHP,
maka seluruh sisa lebih hasil kegiatan tersebut harus ditanamkan kembali ke
dalam BHP untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan
2) Otonom, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan
secara mandiri, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik;
3) Akuntabel, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan
semua kegiatan yang dijalankan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
4) Transparan, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi
yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan peraturan perundangundangan, dan
standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan;
5) Penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan
pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan,
serta meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan;
6) Layanan prima, yaitu orientasi dan komitmen untuk memberikan layanan
pendidikan formal yang terbaik, demi kepuasan pemangku kepentingan, terutama
peserta didik;
7) Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan pelayanan pendidikan kepada
calon peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender,
status sosial agama, dan status sosial serta kemampuan ekonomi;
8) Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai
perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis,
dan budaya masingmasing;
9) Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan
formal kepada peserta didik secara terus menerus, dengan menerapkan pola
manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan tersebut;
10) Partisipasi atas tanggungjawab negara, yaitu keterlibatan pemangku
kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang sesungguhnya merupakan tanggungjawab negara.
c.
Syarat pendirian BHP
1)
Mempunyai
tujuan di bidang pendidikan formal;
2)
Mempunyai
struktur organisasi;
3)
Mempunyai
kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri; dan
4)
Mempunyai
organ penentu kebijakan umum tertinggi.
d.
Bentuk BHP?
BHP terdiri atas BHP yang didirikan Pemerintah yang
disebut Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP), BHP yang didirikan oleh
Pemerintah Daerah yang disebut Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah
(BHPPD), serta BHP yang didirikan oleh masyarakat yang disebut Badan Hukum
Pendidikan Masyarakat (BHPM).
Sekolah/madrasah yang didirikan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat berbentuk BHP, sedangkan sekolah/madrasah yang
didirikan masyarakat berbentuk BHP. Perguruan tinggi yang didirikan oleh
Pemerintah, termasuk Badan Hukum Milik Negara, maupun yang didirikan oleh
masyarakat berbentuk BHP. Yayasan, perkumpulan, dan badan hukum lain yang
sejenis diakui sebagai BHP, dengan penyesuaian tata kelolanya pada tata kelola
BHP.
e.
Apakah BHP mengarah pada
komersialisasi dan privatisasi?
1) UU Sisdiknas menegaskan bahwa BHP berprinsip nirlaba yang berarti
semua sisa lebih dari kegiatan yang dilakukan BHP, harus dikembalikan untuk
kepentingan pengelolaan satuan pendidikan di dalam BHP.
2) Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas menjamin alokasi 20
persen dari APBN dan APBD untuk mendanai pendidikan, sehingga pemerintah tidak
lepas tanggungjawab dan akan tetap mendanai penyelenggaraan pendidikan.
3) Pemerintah dan pemerintah daerah menanggung seluruh biaya operasional,
investasi, bahkan beasiswa dan bantuan biaya pendidikan BHP yang
menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar. Selain itu, Pemerintah dan
pemerintah daerah menanggung sekurang-kurangnya dua pertiga biaya operasional,
investasi, beasiswa serta bantuan biaya pendidikan BHP yang menyelenggarakan
pendidikan menengah dan tinggi.
4) Peserta didik menanggung paling banyak satu per tiga dari biaya
operasional BHP, berdasarkan keadilan proporsional yaitu membayar berdasarkan
kemampuan orang tua/diri sendiri/pihak yang membiayainya.
5)
BHP wajib menyediakan beasiswa
dan bantuan biaya pendidikan bagi paling sedikit 20% dari jumlah peserta didik
di dalam satuan pendidikan yang dikelolanya. Dana untuk beasiswa dan bantuan biaya pendidikan
ini ditanggung oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
6)
Peraturan
Sekolah
7)
Peraturan
disekolah tidak boleh menyimpang dari undang - undang hukum karena bila
menyimpang sekolah tersebut akan dituntut. Sebagai contoh peraturan yang
menggunakan tanda tangan dari peserta didika yang masih dibawah umur.
E.
Peraturan Pemerintah
Tentang Pendidikan dan GBHN 1993
1. PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Prasekolah
Bunyi pasal 2 pada PP tersebut
berbunyi “pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki
pendidikan dasar”. Bentuk pendidikannya adalah TK, Kelompok bermain, penitipan
anak, dan bentuk lainyang ditetapkan pemerintah.
2. PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Dasar
Bunyi pasal 4 pada PP tersebut
berbunyi “Bagian pertam pendidikan dasar dengan program 6 tahun pertama adalah
sekolah dasar dan sekolah dasar luar biasa”. Sementara bagian kedua dengan
program 3 tahun adalah sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan
tingkat pertama luar biasa.
3. PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah
a. Pasal 1
Bentuk pendidikan menengah :
1) Sekolah Menengah Umum
2) Sekolah Menengah Kejuruan
3) Sekolah Menengah Keagamaan
4) Sekolah Menengah Kedinasan
5) Sekolah Menengah Luar Biasa
b. Pasal 2 :
Sekolah menengah dapat
menjabarkan dan menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan
ciri khas sekolah menengah yang bersangkutan dengan tidakmengurangi keilmuan
yang berlaku secara nasional.
4. PP RI No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Tinggi
a. Pasal 13 ayat 1
Penyelenggaraan pendidikan
tinggi dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing
perguruan tinggi sesuai sasaran program studi.
b. Pasal 25 ayat 1
Gelar Doktor Kehormatan dapat
diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan,
teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan, atau kemanusiaan.
F.
Dampak Konsep Pendidikan
1. Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan
akademik dengan pendidikan profesionalisme.
2. Pendidikan profesional tidak cukup hanya
menyiapkan ahli dalam menerapkan suatu teori tetapi juga mempelajari dan
mempratekkan semua hal yang akan dikerjakan dilapangan.
3. Sebagai konsekuensi dari beragamnya bakat
dan kemampuan para siswa serta dibutuhkan tenaga kerja menengah yang banyak,
maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4. Merealisasikan terwujudnya pengembangan
manusia indonesia seutuhnya, seperti yang dikemukakan sebagai tujuan pendidikan
nasional, diperlukan perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi,
dan psikomotor, aspek afeksi peserta didik juga dinilai dan diberi skor.
5. Pendidikan humaniora termasuk pendidikan
moral pancasila dan atau penataran P4 perlu lebh menekankan pelaksanaan dalam
kehidupan sehari – hari, baik disekolah maupun dikampus, daripada pemahaman dan
hafalan materi bidang studi itu.
6. Isi kurikulum muatan lokal dapat dipilih
satu aau beberapa dari hal-hal berikut :
a. Memperkenalkan dan membiasakan
melaksanakan norma-norma daerah setempat.
b. Memakai alat-alat peraga, alat-alat
belajar, atau media pendidikan yang ada didaerah itu.
c. Mengambil contoh-contoh pelajaran yang ada
atau sesuai dengan keadaan dan kegiatan diwilayah itu.
d. Menerapkan teori-teori yang cocok dengan
kebutuhan atau kegiatan diwilayah itu.
e. Peserta didik diberi kesempatan
berpartisipasi dan berproduksi pada usaha-usaha di daerah.
f. Keterampilan anak-anak yang dikembangkan
disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja di daerah itu.
g. Anak-anak diikutsertakan dalam memecahkan
masalah masyarakat setempat.
h. Bidang studi baru yang cocok dengan
kebutuhan daerah itu.
7. Para ahli atau peneliti yang melakukan uji
coba ataumeneliti di pendidikan dasar, haknya dijaminoleh PPRI Nomor 28 Tahun
1990 Pasal 30 dalam kaitannya dengan upaya memperbaiki pendidikan.
8. Dalam kaitannya dengan memajukan kerjasama
antara sekolah dengan pihak luar/masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
perlu diadakan bentuk badan kerjasama,contoh : HUMAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar