Label

Selasa, 17 Januari 2012

Perencanaan Pendidikan


A.  Perencanaan Pendidikan
1.    Pengertian Perencanaan Pendidikan
Perencanaan atau rencana (planning) menurut Freedman (1952) adalah “pengeterapan secara sistematik daripada pengetahuan yang tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan arah kecenderungan perubahan menuju pada tujuan yang telah ditetapkan”. Menurut Coombs (1970) perencanaan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya adalah “penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien dalam menanggapi kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat”.
Menurut Dror (1978) perencanaan sebagai “proses untuk mempesiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa yang akan datang, diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan dengan alat-alat yang tersedia”. Menurut Beeby (1979) perencanaan pendidikan merupakan
Suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal menentukan kebijakan prioritas dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangakan potensi sistem pendidikan nasional memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.

Perencanaan pendidikan dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat azas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang itu sendiri maupun bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.

2.    Tujuan Perencanaan Pendidikan
Ada beberapa tujuan perencanaan yang perlu digunakan untuk menyusun perencanaan pendidikan (Dahana dan Bhatnagar, 1980; Banghart and Trull, 1990; dan Sagala, 2009:110), antara lain:
a.    Untuk standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah disusun;
b.    Untuk mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan;
c.    Untuk mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik;
d.   Untuk mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan;
e.    Untuk meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan pendidikan;
f.     Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan;
g.    Untuk menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’;
h.    Untuk mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan; dan
i.      Untuk mengarahkan proses  pencapaikan tujuan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan perencanaan memiliki arah dan tujuan yang jelas, dengan terus mengutamakan prinsip organisasi akan terwujud suatu keadaan yang harmonis. Organisasi akan dapat mengatasi segala kemungkinan dengan berpedoman tujuan yang telah disusun sebelumnya atau menggambarkan terlebih dahulu keadaaan yang dijalani. Perencanaan pendidikan mengacu kepada bagaimana pendidikan itu dapat dilaksanakan dengan sistem yang ada agar berjalan efektif dan efisien melalui pengawasan stakeholder yang ahli di bidang pendidikan.

3.    Manfaat Perencanaan Pendidikan
Menurut para ahli, ada beberapa manfaat dari suatu perencanaan pendidikan yang disusun dengan baik bagi kehidupan kelembagaan (Depdiknas, 1997; Soenarya, 2000; dan Depdiknas, 2001:6), antara lain:
a.    Dapat digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas atau pekerjaan pemimpin dan anggota dalam suatu lembaga pendidikan;
b.    Dapat dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif langkah pekerjaan atau strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan;
c.    Dapat bermanfaat dalam penyusunan skala prioritas kelembagaan baik yang menyangkut sasaran yang akan dicapai maupun proses kegiatan layanan pendidikan;
d.   Dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan beragam sumber daya organisasi atau lembaga pendidikan;
e.    Dapat membantu pimpinan dan para anggota dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan atau dinamika perubahan sosial-budaya;
f.     Dapat dijadikan sebagai media atau alat  untuk memudahkan dalam berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan;
g.    Dapat dijadikan sebagai media untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti; dan
h.    Dapat dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan pendidikan.

Sa’ud dan Makmun (2006:33) mengemukakan, bahwa perencanaan dipandang perlu dan sangat dibutuhkan bagi suatu seseorang, organisasi, ataupun lembaga, antara lain:
a.    Dengan adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksana kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan;
b.    Dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan risiko-risiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedini mungkin;
c.    Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternative) atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara terbaik (the best combination);
d.   Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urut-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran, maupun kegiatan usahanya;
e.    Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi kinerja usaha atau organisasi, termasuk pendidikan.

Dari dua pendapat di atas, bahwa melalui perencanaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mengurangi berbagai hambatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Perencanaan dijadikan sebagai suatu alat ukur atau standar pelaksanaan kegiatan atau pengawasan serta dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana rencana yang telah disusun dapat mencapai tujuan organisasi.

4.    Tahapan Perencanaan Pendidikan
Menurut Banghart dan Trull (dalam Sa’ud, 2007:24) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
a.    Tahap need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang: (a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c) apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
b.    Tahap formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
c.    Tahap policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
d.   Tahap program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
e.    Tahap feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya internal/eksternal; atau sumber daya manusia/material). Apabila perencanaan disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
f.     Tahap plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa); (b) iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (teamwork) yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan atau implementasi program layanan pendidikan.
g.    Tahap evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.

Pada hakikatnya waktu yang digunakan untuk meyusun rencana terbagi dalam 3 jangka waktu, yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Menurut Sa’ud dan Makmun (2007:3) perencanaan adalah:
Suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya)”. Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu tertentu (1, 3, 5, 10, 15, 25, 40, dan 50 tahun) yang akan datang.

Dari waktu untuk perencanaan, menurut Pidarta (1990:64) “bahwa ada 3 tipe perencanaan yaitu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek, perencanaan jangka panjang minimum untuk 10 tahun, jangka menengah di atas 1 tahun sampai 5 tahun, dan jangka pendek maksimum untuk 1 tahun”. Penjelasan tadi dapat dapat dilihat pada Gambar 2.1.
 



Gambar 2.1 Jangka Waktu Perencanaan (Pidarta, 1990:64)
Merujuk pada gambar di atas, tahapan dalam penyusunan perencanaan pendidikan harus menggunakan pandangan jangka panjang; dalam hubungan dengan perencanaan pendidikan ini dibedakan 3 (tiga) jangka perencanaan yaitu rencana jangka pendek (1-2 tahun), rencana jangka menengah (4-5 tahun), dan rencana jangka panjang (10-25 tahun atau lebih), bahwa untuk membuat sebuah perencanaan yang matang membutuhkan beberapa tahapan yang cukup panjang.
Tahapan yang dihasilkan dari perencanaan pendidikan tersebut akan memberikan dampak yang besar bagi pendidikan di Indonesia. Dimana pendidikan tersebut menjadi salah satu kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar