A. Perencanaan Pendidikan
1.
Pengertian
Perencanaan Pendidikan
Perencanaan atau
rencana (planning) menurut Freedman
(1952) adalah “pengeterapan secara sistematik daripada pengetahuan yang
tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan arah kecenderungan perubahan menuju
pada tujuan yang telah ditetapkan”. Menurut Coombs (1970) perencanaan
pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya adalah “penggunaan analisa yang
bersifat rasional dan sistematik terhadap proses pengembangan pendidikan yang
bertujuan untuk menjadikan pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien dalam
menanggapi kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat”.
Menurut Dror (1978)
perencanaan sebagai “proses untuk mempesiapkan seperangkat keputusan untuk
kegiatan-kegiatan di masa yang akan datang, diarahkan pada pencapaian
tujuan-tujuan dengan alat-alat yang tersedia”. Menurut Beeby (1979) perencanaan
pendidikan merupakan
Suatu usaha melihat ke masa depan dalam
hal menentukan kebijakan prioritas dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan
kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk
mengembangakan potensi sistem pendidikan nasional memenuhi kebutuhan bangsa dan
anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Perencanaan pendidikan
dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas adalah suatu proses
intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang
serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi
(taat azas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan
keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang itu sendiri maupun bidang lain
dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta
tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.
2.
Tujuan
Perencanaan Pendidikan
Ada beberapa tujuan perencanaan yang
perlu digunakan untuk menyusun perencanaan pendidikan (Dahana dan Bhatnagar,
1980; Banghart and Trull, 1990; dan Sagala, 2009:110), antara lain:
a. Untuk
standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan
antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan
dengan program atau perencanaan yang telah disusun;
b. Untuk
mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan
bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan;
c. Untuk
mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan
program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya,
dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik;
d. Untuk
mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif
dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan;
e. Untuk
meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak
efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan
pendidikan;
f. Untuk
memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang
jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan;
g. Untuk
menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi
pendidikan sebagai ‘suatu sistem’;
h. Untuk
mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi
organisasi pendidikan; dan
i. Untuk
mengarahkan proses pencapaikan tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian di
atas, tujuan perencanaan memiliki arah dan tujuan yang jelas, dengan terus
mengutamakan prinsip organisasi akan terwujud suatu keadaan yang harmonis.
Organisasi akan dapat mengatasi segala kemungkinan dengan berpedoman tujuan
yang telah disusun sebelumnya atau menggambarkan terlebih dahulu keadaaan yang
dijalani. Perencanaan pendidikan mengacu kepada bagaimana pendidikan itu dapat
dilaksanakan dengan sistem yang ada agar berjalan efektif dan efisien melalui
pengawasan stakeholder yang ahli di
bidang pendidikan.
3.
Manfaat
Perencanaan Pendidikan
Menurut para ahli, ada beberapa
manfaat dari suatu perencanaan pendidikan yang disusun dengan baik bagi kehidupan
kelembagaan (Depdiknas, 1997; Soenarya, 2000; dan Depdiknas, 2001:6), antara
lain:
a. Dapat
digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas atau
pekerjaan pemimpin dan anggota dalam suatu lembaga pendidikan;
b. Dapat
dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif langkah pekerjaan atau
strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan;
c. Dapat
bermanfaat dalam penyusunan skala prioritas kelembagaan baik yang menyangkut
sasaran yang akan dicapai maupun proses kegiatan layanan pendidikan;
d. Dapat
mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan beragam sumber daya organisasi
atau lembaga pendidikan;
e. Dapat
membantu pimpinan dan para anggota dalam menyesuaikan diri terhadap
perkembangan atau dinamika perubahan sosial-budaya;
f. Dapat
dijadikan sebagai media atau alat untuk memudahkan dalam berkoordinasi
dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan pendidikan;
g. Dapat
dijadikan sebagai media untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau
tidak pasti; dan
h. Dapat
dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan
pendidikan.
Sa’ud dan Makmun
(2006:33) mengemukakan, bahwa perencanaan dipandang perlu dan sangat dibutuhkan
bagi suatu seseorang, organisasi, ataupun lembaga, antara lain:
a. Dengan
adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksana kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian
tujuan pembangunan;
b. Dengan
perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan
dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek
perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan risiko-risiko yang
mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi
sedini mungkin;
c. Perencanaan
memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang
terbaik (the best alternative) atau
kesempatan untuk memilih kombinasi cara terbaik (the best combination);
d. Dengan
perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urut-urutan dari segi
pentingnya suatu tujuan, sasaran, maupun kegiatan usahanya;
e. Dengan
adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan
pengawasan atau evaluasi kinerja usaha atau organisasi, termasuk pendidikan.
Dari dua pendapat di
atas, bahwa melalui perencanaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien
untuk mengurangi berbagai hambatan yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Perencanaan dijadikan sebagai suatu alat ukur atau standar pelaksanaan
kegiatan atau pengawasan serta dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh
mana rencana yang telah disusun dapat mencapai tujuan organisasi.
4.
Tahapan
Perencanaan Pendidikan
Menurut Banghart dan Trull (dalam
Sa’ud, 2007:24) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan
perencanaan pendidikan, antara lain:
a. Tahap
need assessment, yaitu melakukan
kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses
pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian
awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang:
(a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c)
apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
b. Tahap
formulation of goals and objective,
yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan
tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil
kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan
pendidikan yang diperlukan.
c. Tahap
policy and priority setting, yaitu
merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam
layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam
strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian
tujuan.
d. Tahap
program and project formulation,
yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan
pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
e. Tahap
feasibility testing, yaitu dilakukan
uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya internal/eksternal; atau
sumber daya manusia/material). Apabila perencanaan disusun berdasarkan sumber
daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan menghasilkan tingkat
kelayakan rencana pendidikan yang baik.
f. Tahap
plan implementation, yaitu tahap
pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber daya
manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa); (b)
iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim
kerja (teamwork) yang handal; dan (c)
kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan
atau implementasi program layanan pendidikan.
g. Tahap
evaluation and revision for future plan,
yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan
program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan
balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan pendidikan
berikutnya yang lebih baik.
Pada hakikatnya waktu
yang digunakan untuk meyusun rencana terbagi dalam 3 jangka waktu, yaitu jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Menurut Sa’ud dan Makmun (2007:3) perencanaan
adalah:
Suatu rangkaian proses kegiatan
menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan,
suasana, dan sebagainya) dan apa yang dilakukan (intensifikasi,
eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya)”. Rangkaian
proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi
kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu tertentu (1, 3, 5,
10, 15, 25, 40, dan 50 tahun) yang akan datang.
Dari waktu untuk
perencanaan, menurut Pidarta (1990:64) “bahwa ada 3 tipe perencanaan yaitu
jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek, perencanaan jangka panjang
minimum untuk 10 tahun, jangka menengah di atas 1 tahun sampai 5 tahun, dan
jangka pendek maksimum untuk 1 tahun”. Penjelasan tadi dapat dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar
2.1 Jangka Waktu Perencanaan (Pidarta, 1990:64)
Merujuk pada gambar di
atas, tahapan dalam penyusunan perencanaan pendidikan harus menggunakan
pandangan jangka panjang; dalam hubungan dengan perencanaan pendidikan ini
dibedakan 3 (tiga) jangka perencanaan yaitu rencana jangka pendek (1-2 tahun),
rencana jangka menengah (4-5 tahun), dan rencana jangka panjang (10-25 tahun
atau lebih), bahwa untuk membuat sebuah perencanaan yang matang membutuhkan
beberapa tahapan yang cukup panjang.
Tahapan yang dihasilkan
dari perencanaan pendidikan tersebut akan memberikan dampak yang besar bagi
pendidikan di Indonesia. Dimana pendidikan tersebut menjadi salah satu
kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar