A. Teori
dan Pemikiran Operasional Piaget
Menurut piaget (1967) pemikiran anak pra sekolah adalah
praoperasional yang meliputi pembentukan konsep-konsep yang tepat, penalaran
mental, penonjolan sikap egosentrisme, dan pembentukan sistem keyakinan gaib.
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa
pemikiran selama tahun prasekolah masih belum sempurna dan tidak
terorganisasi dengan baik dan tidak nampak hingga usia 7 tahun.
Mungkin Piaget telah meremehkan keterampilan-keterampilan
kognitif anak prasekolah. Rochel Gelman (1972) mendemonstrasikan bahwa beberapa
anak prasekolah memperlihatkan konservasi suatu keterampilan operasional
konkret.
1.
Pemikiran Operasional
Konkret
Operasi konkret adalah suatu tindakan mental yang
bertentangan terhadap objek-objek yang nyata dan konkret yang memungkinkan anak
mengkoordinasikan beberapa karakteristik dan bukan berfokus pada suatu poperti
tunggal suatu objek. Pemikiran konkret terdiri dari operasi tindakan mental
yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dilakukan
sebelumnya secara fisik. Cirri-ciri anak praoperasional konkret ialah kemampuan
mengklasifikasi atau membagi enda-benda ke dalam perangkat/sub-sub perangkat
yang berbedadan memperhitungkan keterkaitannya.
2.
Piaget dan Pendidikan
David Elkind (1976) menyebutkan prinsip-prinsip teori
perkembangan menurut Piaget meliputi:
a.
Isu terpenting dalam pendidikan
ialah komunikasi.
b.
Anak selalu tidak mau belajar
dan mau belajar kembali lebih lanjut untuk perolehan pengetahuan.
c.
Anak pada dasarnya adalah
makhluk yang berpengetahuan, yang selalu termotivasi untuk memperoleh
pengetahuan.
B. Kontribusi
dan Kritik Terhadap Piaget
Piaget adalah orang jenius dalam mengobservasi
anak-anak, kehebatannya menunjukan kepada kita cara yang berdaya cipta untuk
melihat bagaimana anak-anak dan bayi bertindak dan menyesuaikan diri dengan
dunia mereka. konsep yang pernah dikemukakannya antara lain tentang keabadian
objek, konservasi, asimilasi, dan akomodasi.piaget juga memperlihatkan bahwa
kita membuat pengalaman-pengalaman sesuai dengan kerangka kognitif tetapi
secara serentak menyesuaikan orientasi kognitif denan pengalaman dan
memperlihatkan perubahan kognitif anak-anak akan terjadi bila situasi mereka
dirancang untuk memungkinkan gerakan berangsur-angsur ketingkat yang lebih
tinggi.
Tetapi teori Piaget tidak berlalu begitu saja tantangan,
meliputi bidang-bidang sebagai berikut perkiraan kompetensi anak pada level
perkembangan yang berbeda, tahap-tahap,pelatihan anak-anak untuk bernalar pada
level yang lebih tinggi dan kebudayaan serta pendidikan.
1.
Perkiraan Kompetensi Anak
Beberapa kemampuan kognitif lebih awal dari yang
diperkirakan Piaget dan perkembangan selanjutnya lebih lama daripada yang ia
yakini. Beberapa aspek pemikiran operasional formal meliputi penalaran abstrak
tidak secara konsisten terjadi pada masa awal remaja . orang dewasa seringkali
bernalar dengancara yang jauh lebih irasional daripada yang diyakini Piaget.
2.
Tahap-Tahap
Tahap-tahap sebagai satu kesatuan struktur-struktur
pemikiran, sehingga berbagai aspek dari suatu tahap terjadi pada waktu yang
sama. Kebanyakan developmentalis kontemporer sepakat bahwa perkembangan
kognitif anak-anak tidak sebesar tahap seperti pemikiran Piaget.
Neo-Piagetians adalah para developmentalis yang
mengkolaborasikan teori Piaget, yakni bahwa dalam banyak aspek perkembangan
konitif anak-anak lebih spesifik
daripada yang diperkirakan Piaget. Mereka berpendapat bahwa visi yang akurat
dalam perkembangan kognitif anakmeliputi lebih sedikit referensi terhadap
tahap-tahap besar dan lebih menekankan peran strategis, keterampilan, seberapa
cepat dan otomatis anak-anak dapat memproses informasi, dll.
Selain itu Neo-Piagetians masih yakin bahwa perkembangan
kognitif anak-anak mengandung beberapa poperti umum. Mereka juga menekankan
bahwa ada suatu pertambahan reguler, berbasis kedewasaan seiring dengan
pertambahan usia di dalam beberapa aspek kemampuan memproses informasi anak,
seperti seberapa cepat atau efisien anak memproses informasi. Ketika kemampuan
memproses informasi anak bertambah seiring dengan betambahnya usia, bentuk
kognisi yang baru dan lebih kompleks pada semua penguasaan bidang adalah hal
yang mungkin karena anak sekarang dapat mengingat dan berfikir tentang banyak
hal sekaligus.
3.
Pelatihan Anak-Anak untuk
Bernalar pada Level yang Lebih Tinggi
Anak-anak pada tahap kognitif seperti pemikiran
praoperasional dapat dilatih untuk bernalar pada suatu tahap yang lebih tinggi.
Ini merupakan masalah bagi Piaget yang berpendapat bahwa pelatihan semacam itu
hanya berfungsi di tingkat permukaan saja dan tidak efektif kecuali bila anak
berada pada suatu transisi dari satu tahap ke tahap berikutnya.
4.
Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan dan pendidikan memberi pengaruh yang lebih
kuat pada perkembangan anak- anak daripada yang diyakini oleh piaget usia
dimana individu memerlakukan keterampilan konserfasi terkait dengan sejauh mana
kebudayaan mereka menyediakan kebiasaan yang dilakukan di dalam bab 8 kita
telah mempelajari bertambahnya minat para pakar untuk mengetahui bagaimana
perkembangan kognitif anak mengalami kemajuan melalui interaksi dengan orang-
orang dewasa dan teman sebaya yang lebuh terampil. Dan bagaimana keterlibatan
anak- anak didalam suatu kebudayaan mempengaruhi pertumbuhan kognitif mereka.
C.
Pemrosesan Informasi
Di antara pokok-pokok perubahan didalam pemrosesan informasi selama masa pertengahan dan akhir
anak-anak adalah perbaikan didalam memori,skema, dan naskah.
- Memori
Dua aspek memori yang terkait dengan peningkatan memori
jangka panjang adalan proses pengendalia(control processes) dan karakteristik
murid(learner characteristics). Control pracess adalah proses kognitif yang
tidak terjadi secara otomatis tetapi memerlukan usaha dan upaya. Proses ini di
bawah kendali kesadaran murid dan dapat digunakan untuk memperbaiki memori, dan
juga secara tepat di sebut strategi.
- Skema
Tema ialah suatu konsep kogmitif yang penting didalam
pemrosesan, memori dan informasi. Skema berasal dari pengalaman anak sebelumnya
da dalam menghadapi lingkungan, dan mempengaruhi cara anak menyandikan,
mengambil kesimpulan dan menyimpan informasi. Suatu cerita sederhana memiliki
suatu struktur bagi mereka dan setelah cukup sering mendengar cerita-cerita
anak-anak mengembangkan ekspetasi yang kuat tentang jenis informasi apa yang
terkandung dalam suatu cerita.
- Naskah
Suatu skema bagi suatu peristiwa. Skrip pertama
anak-anak tampak pada perkembangan yang sangat dini mungkin seawall tahun
pertama kehidipannya. Anak memiliki skrip yang jelas pada saat mereka masuk
sekolah. Ketika mereka berkembang skrip mereka menjadi lebih halus dan canggih.
- Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang
kognisi, pikiran manusia dan cara kerjanya yang telah di akumulasikan oleh
anak-anak melalui pengalaman, dan disimpan dalam memori jangka panjang. Banyak
developmentalis yakin bahwa pengetahuan metakognitif menguntungkan pembelajaran
sekolah dan bila murid-murid kurang menguasai pengetahuan metakognitif,
pengetahuan ini kemungkinan dapat di ajarkan pada mereka.
- Pemantauan Kognitif
Merupakan proses pengadaan pemeriksaan atas apa yang
sedang anda lakukan, yang akan anda kerjakan dan seberapa efektif kegiatan
mental berkembang. Ketika anak-anak terlibat di dalam suatu kegiatan seperti
membaca, menuliis, atau memecahkan suatu soal matematika, mereka secara
berulang-ulang melakukan pemeriksaan atas apa yang sedang mereka kerjakan dan
menyusun tugas yang akan mereka rencanakan selanjutnya.
Program pembelajaran dalam membaca secara komprehensif:
menulis, dan matematika telah di rancang untuk mempercepat perkembangan
pemantauan kognitif.
Pengajaran timbal balik ialah suatu prosedur
pembelajaran yang di gunakan oleh brown dan palincsar untuk mengembangkan
pemantauan kognitif yang mengharuskan murid-murid mengambil giliran memimpin
satu kelompok belajar dengan menggunakan strategi untuk memahami dan mengingat
isi teks. Prosedur melibatkan anak-anak secara aktif mengajarkan mereka
tekhnik-tekhnik untuk mencerminkan pemahaman mereka sendiri, dan interaksi
kelompok ini sangat memitifasa dan menarik saat ini banyak penelitian telah
mendokumentasikan kekutan kerja sama antara teman sebaya di dalam pembelajaran.
- Pemikiran Kritis
Anak-anak perlu berbuat lebih banyak daripada sekedar
memingat atau menyerap secara pasif
informasi baru mereka harus belajar bagaimana berpikir secara kritis.
Pemikiran kritis yaitu memahami makna masalah secara lebih dalam,
mempertahankan agar pikiran tetap terbuka terhadap segala pendekatan dan
pandangan yang berbeda, dan berpikir secara reflektif dan bukan hanya menerima
pernyataan dan melaksanakan prosedur tanpa memahami dan evaluasi yang
signifikan.
Untuk berpikir kritis atau memecahkan setiap masalah
atau mempelajari setiap pengetahuan baru anak-anak harus mengambil peran yang
aktif di dalam belajar, berarti anak perlu mengmbangkan berbagai proses
berpikir yang aktif seperti : mendengarkan secara seksama, mengidentifikasi
pernyataan-pernyataan, mengorganisasikan pemikiran mereka, memperhatikan
persamaan dan perbedaan, melakukan deduksi(penalara dari umum ke spesifik),
membedakan antara kesimpulan yang secara logika valid dan tidak valid.
Anak-anak harus belajar melihat banyak hal dari berbagai
sudut pandang bila mereka tidak dapat menginterpretasikan informasi lebih dari
satu sudut pandang mungkin mereka akan bersandar pada seperangkat informasi
yang tidak memadai. Bila anak-anak tidak di dorong untuk mencari alternative
penjelasan dan interpretasi masalah, kesimpulan mereka di dasarkan semata-mata
atas harapan mereka sendiri, prasangka, stereotik, dan pengalaman pribada yang
dapat mengarah kepada kesimpulan yang keliru.
Anak-anak memerlukan sesuatu untuk dipikirkan akan
tetapi suatu kekelirian untuk memusatkan perhatian hanya pada informasi dengan
mengabaikan keterapilan berpikir karena anak-anak hanya akan menjadi
orang-orang yang memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dapat mengevaluasi
dan menerapkannya. Para peneliti menemukan
bahwa program pemikiran kritis lebih efektif bila di kembangkan dalam
bidang-bidang yang spesifik dari pada bidang umum.
D.
Inteligensi
Inteligensi (intelligence) adalah kemampuan verbal,
keterampilkan-keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan untuk belajar dari
dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.
Komponen-komponen inteligensi sangat dekat dengan
ketrampilan-ketrampilan pemrosesan informasi dan bahasa yang telah kita
diskusikan dalam berbagai tahap perkembangan anak. Perbedaan antara bagaimana
kita mendiskusikan keterampilan-keterampilan pemrosesan informasi dan bahasa
dengan bagaimana kita akan mendiskusikan inteligensi terletak pada konsep
perbedaan-perbedaan dan penilaian individual. Perbedaan-pebedaan individual
adalah cara-cara konsisten, stabil yang membedakan kita dari individu yang
lain. Sejarah studi inteligensi berfokus secara ekstensif pada
perbedaan-perbedaan individual dan penilaiannya. Misalnya, suatu tes
inteligensi akan menginformasikan kepada kita apakah seorang anak dapat
bernalar secara lebih logis daripada anak-anak lain yang mengikuti tes itu.
- Pengembangan Konsep Usia Mental
(Alferd Binet)
Salah satu pakar psikolog yang bernama Alfred Binet
mengembangkan suatu metode yang akan menentukan murid-murid mana yang tidak
memperolah keuntungan dari sistem pembelajaran sekolah umum. Binet
mengembangkan konsep usia mental (mental age-MA) yaitu suatu level perkembangan
mental individual dibandingkan dengan orang lain. Binet berfikir bahwa
anak-anak yang terbelakang secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti
anak-anak normalyang berusia lebih muda. Ia mengembangkan norma-norma
inteligense dengan menguji 50 orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang
tidak terbelakang secara mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara
mental juga diuji, dan performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia
kronologisnya sama di dala sampel normal. Rata-rata skor usia mental (mental
age/MA) berkaitan dengan usia kronologis (chronological age/CA), yakni usia
sejak lahir. Seorang anak yang cerdas memiliki MA diatas CA, seorang anak yang
bodoh memiliki MA dibawah CA. istilah intelligence quotient (IQ) dikembangkan
oleh William Stern. IQ ialah usia mental anak-anak dibagi usia kronologis kali
100.
Tes Stanford-Binet yang sekarang (dinamakan sesuai
dengan Universitas Stanford, dimana revisi tes dilakukan) diberikan ke
orang-orang yang berusia antara 2 tahun hingga masa dewasa. Tes meliputi
sejumlah besar item, beberapa memerlukan jawaban verbal, yang lain jawaban non
verbal. Bentuk-bentuk tes yang mencerminkan tingkat inteligensi orang dewasa
meliputi pendefinisian kata-kata seperti tidak seimbang (disproportionate) dan
tempat hormat (regard),menjelaskan suatu peribahasa, dan membandingkan tidak
melakukan apa-apa (idleness) dengan malas (laziness).
Selain tes Stanford-Binet, tes inteligensi individu yang
paling luas digunakan ialah Wechsler scales,yang dikembangkan oleh David
Wechsler. Skala Wechsler tidak hanya menyajikan IQ secara keseluruhan, tetapi
item-itemnya telah dikelomokkan sesuai dengan keduabelas subskala, enam verbal,
dan enam non verbal. Ini memungkinkan penguji memperoleh skor IQ verbal dan
nonverbal yang terpisah dan melihat secara cepat dibidang-bidang performa
mental mana si anak memiliki skor dibawah rata-rata, rata-rata, atau diatas
rata-rata.
Teori kontemporer Robert J. Sternberg (1986,1989)
menyatakan bahwa inteligensi memiliki tiga faktor. Triarchic theory ialah teori Sternberg bahwa
inteligensi terdiri atas inteligensi komponensial, inteligensi eksperiensial
dan inteligensi kontekstual. Dalam pandangan Sternberg tentang inteligensi
komponensial, unit dasar di dalam inteligensi ialah komponen, yang
didefinisikan secara sederhana sebagai unit dasar pemrosesan informasi.
Sternberg yakin komponen-komponen semacam itu meliputi kemampuan untuk
memperoleh atau menyimpan informasi; mentransfer informasi, merencanakan, mengambil
keputusan, dan memecahkan masalah; dan menterjemahkan pemikiran-pemikiran kita
dalam wujud performa.
Bagian
kedua model Sternberg berfokus pada pengalaman. Menurut Sternberg, orang-orang
intelektual memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah secara tepat, tetapi
mereka juga belajar bagaimana memecahkan masalah biasa dengan menghafal secara
otomatis, menghafal jalan sehingga pikiran-pikiran mereka bebas menangani
masalah-masalah lain yang memerlukan wawasan dan kreativitas.
Bagian ketiga model Sternberg ini meliputi inteligensi
praktis, seperti bagaimana keluar dari kesulitan, bagaimana mengganti sekring,
dan bagaimana bergaul dengan orang. Sternberg menjelaskan inteligensi praktis
atau kontekstual ini sebagai segala informasi penting yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri dengan dunia nyata yang memang tidk diajarkan disekolah. Ia
yakin inteligensi kontekstual kadang-kadang lebih enting daripada “pengetahuan
buku” yang seringkali diajarkan disekolah.
Tetapi perkembangan psikologi lainnya, Howard Gardner
(1983,1989) yakin ada tujuh tipe inteligensi; verbal, matematis, kemampuan
untuk menganalisis dunia secara spasial (ability to spatially analyze the
world), keterampilan gerakan, keterampilan yang berwawasan untuk menganalisis
diri kita sendiri, keterampilan yang penuh wawasan untuk menganalisis orang
lain, dan keterampilan-keterampilan musik. Gardner yakin bahwa masing-masing
ketujuh tipe inteligensi itu dapat dihancurkan oleh kerusakan otak, bahwa
masing-masing tipe meliputi keterampilan-keterampilan kognitif yang unik, dan
bahwa masing-masing ditampilkan di dalam bentuk
yang berlebihan pada orang-orang yang berbakat dan idiot (orang-orang
yang secara secara mental terbelakang tatapi yang memiliki ketrampilan yang
susah dipercaya di dalam bidang tertentu, seperti melukis, musik atau
berhitung).
- Tes Intelegensi Bias Kebudayaan
Kelompok-kelompok minoritas seringkali berbicarasuatu
bahasa yang sangat berbeda dari bahasa Inggris standar. Akibatnya mereka
mungkin dirugikan ketika mereka mengikuti tes-tes intelegensi yang berorientasi
kepada kaum kulit putih kelas menengah. Tes-tes yang adil secara kebudayaan
(culture-fair test) adalah tes yang dirancang untuk mengurangi bias kebudayaan.
Dua tipe tes yang adil secara kebudayaan ini telah dikembangkan. Tipe pertama
meliputi item-item yang akrab dengan orang-orang dari semua latar belakang
sosial ekonomi dan etnis, atau item-item yang kurang begitu akrab dengan orang
yang mengikuti tes. Tipe kedua ialah semua item verbal dibuang. Walaupun tes
ini dirancang agar adil kebudayaan, orang-orang yang berpendidikan tetap
memiliki skor yang lebih tinggi pada tes itu daripada orang-orang yang kurang
berpendidikan.tes-tes yang adil secara kebudayaan mengingatkan kita bahwa
tes-tes intelegensi tradisional kemungkinan terbias secara kebudayaan, tetapi
tes-tes yang adil secara kebudayaan, tetapi tes-tes yang yang adil secara
kebudayaantidak memberi kita suatu alternatif yang memuaskan. Mengembangkan
suatu tes yang benar-benar adil secara kebudayaan – suatu tes yang mengesampingkan
peran pengalaman yang berasal dari latar belakangsosial ekonomi dan etnis
adalah sulit dan mungkin mustahil.
- Penggunaan dan Penyalahgunaan
Tes-tes Intelegensi
Tes inetelegensi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
yang posituf atau dapat digunakan secara salah.banyak orang tidak mengetahui
bagaimana menginterpretasikan hasil suatu tes intelegensi dan generalisasi
tentang seseorang terlalusering dilakukan atas dasar skor IQ semata-semata.
Kita memiliki kecenderungan di dalam budaya kita, untuk melihat intelegensi
atau IQ yang tinggi sebagai nilai tertinggi manusia. Walaupun memiliki sejumlah
keterbatasan, bila digunakan secara bijak oleh penguji yang berkompeten, tes
intelegensi memberi informasi yang bernilai bagi manusia, tidak tersediabanyak
alternatif bagi tes intelegensi. Pertimbangan-pertimbangan subyektif tentang
individu-individu akan melahirkan bias kembali. Tes-tes intelegensi dirancang
untuk menghilangkan bias semacam itu.
E.
Ekstrim
Intelegensi
Ekstrim intelegensi yaitu tes intelegensi yangyang telah
digunakan untuk menemukan indikasi-indikasi keterbelakangan mental (mental
retardation) atau bakat intelektual (intellectual giftness).
- Keterbelakangan Mental
Keterbelakangan mental (mental retardation) adalah suatu
kondisi kemampuan mental yang terbatas, dimana individu memiliki IQ yang
rendah, biasanya di bawah 70 menurut tes intelegensi tradisional, dan memiliki
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Orang-orang
yang mengalami keterbelakangan mental diidentifikasi dengan kurangnya
keterampilan dalam belajar dan mengurus diri sendiri. Ada klasifikasi
keterbelakangan mental. Sekitar 89% orang-orang yang mengalami keterbelakangan
mental masuk ke dalam kategori ringan, dengan IQ 55 hingga 70. sekitar 6%
diklasifikasikan sebagai keterbelakangan sedang, dengan IQ 40 hingga 54.
orang-orang in dapat mencapai tingkat keterampilan kelas dua dan dapat
mengurusnya dirinya sendiri sebagai orang dewasa dengan melakukan beberapa tipe
pekerjaan. Sekitar 3,5% orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental masuk
dalam kategori parah, dengan IQ 25 hingga 39. Orang-orang ini belajar berbicara
dan melibatkan diri dengan tugas-tugas yang sangat sederhana, tetapi memerlukan
pengawasan yang ekstensif. Kurang dari 1% memiliki IQ di bawah 25; mereka masuk
dalam klasifikasi keterbelakangan mental yang sangat parahdan memerlukan
pengawasan yang tetap.
Keterbelakangan mental dapat daisebabkan oleh
keterbelakangan organis, atau berasal dari faktor-faktor sosial dan kebudayaan.
Keterbelakangan organis (organis retardation) ialah keterbelakangan mental yang
disebabkan oleh kelainan genetis atau oleh kerusakan otak; organis mengacu
kepada jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh, sehingga ada beberapa
kerusakan fisik pada keterbelakangan organis. Down syndrom adalah salah satu
bentuk keterbelakangan mental, terjadi ketika suatu kromosom ekstra muncu di
dalam susunan genetis seseorang. Kebanyakan orang yang menderita
keterbelakangan organis memiliki IQ yang bervariasi antara 0 hingga 50.
Keterbelakangan yang berkaitan dengan kebudayaan
keluarga (cultural familial retardation) ialah suat kerusakan mental dimana
tidak dapat ditemukan bukti kerusakan otak organis. IQ orangnya bervariasi
antara 50 hingga 70. Para psikolog menduga bahwa kerusakan mental semacam itu
bersal dari variasi normal yang menyebarkepada orang-orang dengan rentang skor
intelegensi di atas 50, dikombinasikan dengan pertumbuhan di dalam suatu
lingkungan yang secara intelektual di bawah rata-rata. Anak-anak yang mengalami
keterbelakangan jenis ini dapat dideteksi di sekolah-sekolah, karena mereka
sering gagal, membutuhkan hadiah-hadiah yang kasat mata (permen), dan sangat
peka terhadap apa yang orang lain, teman-teman sebaya dan orang-orang deasa
inginkan darinya.
- Bakat
Bakat dan gangguan emosional dahulu dianggap saling
berkaitan. Orang-orang berbakat cenderung lebih dewasa dan memiliki lebih
sedikit masalah-masalah emosional daripada anak-anak lain yang tidak berbakat.
F.
Kreativitas
Kreativitas
(creativity) ialah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang
baru dan tidak biasa dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap
masalah-masalah . di jantung proses kreatif adalah kemampuan dan pengalaman
yang membentuk upaya individu yang bermisi dan berkesinambungan, yang tak kenal
henti dan sepanjang hayat.
G. Perkembangan Bahasa pada Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak
Ketika
anak-anak berkembang selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, berlangsung
perubahan-perubahan di dalam perbendaharaan kata dan tata bahasa mereka.
Pertimbangan bilingualisme (kedwibahasaan) menjadi semakin penting.
1.
Perbendaharaan Kata dan
Tata Bahasa
Selama masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, suatu
perubahan terjadi pada anak-anak berpikir tentang kata-kata. Mereka kurang
menjadi kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi perseptual
yang berkaitan dengan kata-kata, dan pendekatan mereka menjadi lebih analitis
terhadap kata-kata.
Peningkaatan kemampuan anak-anak sekolah dasar untuk
menganalisis kata-kata, menolong mereka memahami kata-kata yang tidak berkaitan
langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. Peningkatan penalaran
logis dan ketrampilan analitis anak sekolah dasar menolong mereka dalam
memahami konstruksi semacam pengggunan komparatif/perbandingan yang sesuai
(lebih pendek, lebih dalam), dan kata-kata sifat (”Bila Anda presiden,...”).
Pada akhir tahun-tahun sekolah dasar, anak-anak biasanya dapat menerapkan
banyak aturan tata bahasa secara cepat karena anak diajari untuk membaca secara
efektif serta anak harus memahami dan mengikuti tata penyusunan bahasa/kata
dalam kalimat yang tersusun.
2.
Bilingualisme
Pendidikan dua bahasa mengacu pada program bagi murid –
murid yang kemampuan bahasa inggrisnya terbatas, yang mengajar murid – murid
dikelas dalam bahasa mereka sendiri separuh waktu, sementara sebagian waktu
lagi mereka belajar bahasa inggris.
Kurangnya kemampuan berbahasa
Inggris dengan baik adalah alasan utama murid – murid berbahasa minoritas
berprestasi buruk disekolah, dan pendidikan bilingual harus mengupayakan agar murid
– murid tidak tertinggal dibelakang dalam suatu mata pelajaran karena mereka
harus mempelajari bahasa inggris. Secara minimum, program – program ini
meliputi pembelajaran didalam bahasa inggris sebagai bahasa kedua bagi murid –
murid yang kemampuan bahasa inggrisnya terbatas.
Kebanyakan program pendidikan
dua bahasa hanya merupakan program tradisional yang dikembangkan untuk
mendukung murid – murid didalam bahasa Spanyol hingga mereka dapat memahami
bahasa Inggris dengan cukup baik untuk belajar di dalam pelajaran reguler, yang
diajarkan disekolah umum berbahasa Inggris.
Evaluasi penelitian dua bahasa
menghasilkan kesimpulan bahwa dua bahasa tidak mengganggu performa berbahasa
anak dalam bahasa anak. Para peneliti semakin lama menyadari dampak –
dampak bilingualisme. Misalnya sebagaimana ditunjukkan sebelumnya,
hakekat program bilingualisme sangat beraneka ragam, beberapa
kualitasnya bagus, dan beberapa kualitasnya jelek. Beberapa guru didalam
program pendidikan bilingual benar – benar biligual, yang lain tidak.
Ada satu keuntungan
bilingualisme yang perlu diperhatikan. Amerika Serikat adalah salah satu negara
yang ada di dunia ini yang kebanyakan murid – murid lulusan sekolah menengahnya
mengenal bahasa mereka sendiri. Jadi, dengan adanya program pendidikan bilingual
peserta didik terbantuk untuk bisa menguasai bahasa lain selain bahasa mereka
sendiri.
H.
Prestasi
Dimensi penting lainnya tentang perkembangan kognitif
pada masa pertengahan dan akhir anak ialah prestasi anak – anak. Kita hidup
didalam suatu dunia yang berorientasi prestasi dengan standard – standard yang
mengajarkan kepada anak – anak bahwa sukses adalah penting.
Standard – standard menegaskan bahwa sukses menuntut
semangat bersaing, keinginan untuk menang, motivasi untuk bekerja dengan baik,
dan senjata menghadapi segala perbedaan serta kesungguhan agar tujuan tercapai.
1.
Kebutuhan akan Prestasi
Beberapa orang termotivasi
tinggi untuk berhasil dan berusaha keras
untuk lebig unggul. Tipe manusia ini berbeda dalam motivasi prestasi mereka, yakni
keinginan untuk mencapai sesuatu, untuk mencapai standar yang unggul, dan untuk
bekerja keras untuk unggul.
Psikolog David McClelland (1995)
mengukur prestasi dengan memperlihatkan kepada orang – orang, gambar – gambar
yang membingungkan yang dapat merangsang jawaban – jawaban yang berkaitan
dengan prestasi.
2.
Motivasi Intrinsik dan
Ekstrinsik
Motivasi intrinsik adalah
keinginan internal untuk menjadi kompeten dan melakukan sesuatu demi keinginan
itu sendiri, dan motivasi ekstrinsik yang dipengaruhi oleh hadiah – hadiah dan
hukuman – hukuman eksternal.
Motivasi intrinsik berarti
bahwa motivasi internal harus ditingkatkan dan faktor – faktor eksternal
dikurangi. Tetapi di dalam kenyataan, prestasi dimotivasi oleh faktor – faktor
internal dan eksternal: anak – anak tidak pernah terpisahkan dari lingkungan
eksternal mereka. Anak –anak yang paling berorientasi prestasi ialaah yang
memiliki suatu standar prestasi pribadi yang tinggi dan yang memiliki daya
saing yang tinggi pula.
Suatu aspek yang sangat penting dari penyebab internal
suatu prestasi ialah upaya. Tidak seperti banyak faktor keberhasilan lainnya,
upaya berada di bawah kendali anak – anak dan dapat berubah. Pentingnya upaya
di dalam suatu studi, murid – murid kelas tiga hingga enam merasa bahwa upayamerupakan
strategi yang paling efektif guna mencapai prestsi akademis yang baik.
3.
Orientasi Kemampuan
Versus Orientasi Tidak Berdaya
Orientasi kemampuan berkaitan
erat dengan tekanan pada motivasi intrinsik, ciri – ciri penyebab perilaku
internal, dan pentingnya upaya untuk berprestasi. Pakar psikologi perkembangan
Valanne Henderson dan Carol Dweck (1990) menemukan bahwa anak – anak
memperlihatkan dua respons yang berbeda terhadap keadaan – keadaan yang sulit
atau menantang.
The helpless orientation menggambarkan anak – anak yang cenderung
terjebak oleh pengalaman yang sulit. Anak – anak menghubungkan kesulitan mereka
dengan kurangnya kemampuan. Sedangkan The mastery orientation
menggambarkan anak – anak yang berorientasi tugas. Sebagai ganti berfokus pada
kemampuan, mereka lebih peduli akan strategi belajar mereka.
Faktor psikologi yang
mendasari orientasi kemampuan dan orientasi tidak berdaya yaitu kepercayaan
diri mereka sendiri atau motivasi internal mereka sendiri yang mempunyai tekat
dan kemampuan anak sendiri secara signifikan untuk meraih nilai yang lebih
tinggi daripada rekan – rekan mereka sendiri yang yakinintelegensi mereka telah
mentok tidak cukup percaya akan kemampuan – kemampuan mereka.
Dari hal ini dapat diambil
kesimpulan bahwa cara murid berfikir tentang intelegensi mereka dan rasa
percaya diri mereka atas kemampuan – kemampuan mereka dapat mempengaruhi
kemampuan dan keinginan mereka untuk menguasai pelajaran akademis. Keyakinan
bahwa mempelajari pelajaran baru menambah intelegensi seseorang, benar – benar
dapat meningkatkan kemampuan akademis.
4.
Prestasi pada Anak – Anak
Minoritas Etnis
Temuan - temuan penelitian
tentang kelompok – kelompok minoritas terlalu sering disajikan dari sudut
”kekurangan” menurut standard – standard kelas menengah kulit putih. Banyak
penelitian tentang anak – anak kelompok minoritas diganggu oleh kegagalan
mempertimbangkan status sosial ekonomi (ditentukan oleh beberapa kombinasi
antara pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan).
Pakar psikologi pendidikan
Sandra Graham mengadakan sejumlah investigasi yang memperlihatkan tidak hanya
kelas sosial yang lebih kuat daripada perbedaan – perbedaan kelompok etnis,
tetapi juga pentingnya mempelajari motivasi kelompok minoritas dalam konteks
teori motivasional umum. Tetap penting untuk diingat perbedaan yang ada di
dalam suatu kelompok etnis. Perhatikan anak – anak Amerika keturunan Asia.
Banyak anak – anak amerika keturunan asia cocok dengan cina ”anak yang unggul,
peraih prestasi luar biasa”, tetapi masih banyak anak yang berjuang hanya untuk
belajar bahasa inggris. Citra ”anak yang unggul” cocok dengan banyak anak –
anak dari keluarga imigran Asiayang tiba di Amrika Serikat pada akhir tahun
1960 – an dan awal tahun 1970 – an.
Anak – anak Amerika lebih
berorientasi prestasi dibanding anak – anak dibanyak negara lain. Tetapi baru –
baru ini ada keprihatinan tentang prestasi yang diperlihatkan kebanyakan anak
–anak Amerika dibandingkan dengan anak – anak di negara – negara lain yang
berorientasi pendidikan yang kuat, seperti jepang, Cina, dan Rusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar