Label

Selasa, 24 Januari 2012

PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA MASA PERTENGAHAN DAN AKHIR ANAK-ANAK


A.    Teori dan Pemikiran Operasional Piaget

Menurut piaget (1967) pemikiran anak pra sekolah adalah praoperasional yang meliputi pembentukan konsep-konsep yang tepat, penalaran mental, penonjolan sikap egosentrisme, dan pembentukan sistem keyakinan gaib. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa  pemikiran selama tahun prasekolah masih belum sempurna dan tidak terorganisasi dengan baik dan tidak nampak hingga usia 7 tahun.
Mungkin Piaget telah meremehkan keterampilan-keterampilan kognitif anak prasekolah. Rochel Gelman (1972) mendemonstrasikan bahwa beberapa anak prasekolah memperlihatkan konservasi suatu keterampilan operasional konkret.

1.      Pemikiran Operasional Konkret

Operasi konkret adalah suatu tindakan mental yang bertentangan terhadap objek-objek yang nyata dan konkret yang memungkinkan anak mengkoordinasikan beberapa karakteristik dan bukan berfokus pada suatu poperti tunggal suatu objek. Pemikiran konkret terdiri dari operasi tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik. Cirri-ciri anak praoperasional konkret ialah kemampuan mengklasifikasi atau membagi enda-benda ke dalam perangkat/sub-sub perangkat yang berbedadan memperhitungkan keterkaitannya.

2.      Piaget dan Pendidikan

David Elkind (1976) menyebutkan prinsip-prinsip teori perkembangan menurut Piaget meliputi:
a.       Isu terpenting dalam pendidikan ialah komunikasi.
b.      Anak selalu tidak mau belajar dan mau belajar kembali lebih lanjut untuk perolehan pengetahuan.
c.       Anak pada dasarnya adalah makhluk yang berpengetahuan, yang selalu termotivasi untuk memperoleh pengetahuan.

B.     Kontribusi dan Kritik Terhadap Piaget

Piaget adalah orang jenius dalam mengobservasi anak-anak, kehebatannya menunjukan kepada kita cara yang berdaya cipta untuk melihat bagaimana anak-anak dan bayi bertindak dan menyesuaikan diri dengan dunia mereka. konsep yang pernah dikemukakannya antara lain tentang keabadian objek, konservasi, asimilasi, dan akomodasi.piaget juga memperlihatkan bahwa kita membuat pengalaman-pengalaman sesuai dengan kerangka kognitif tetapi secara serentak menyesuaikan orientasi kognitif denan pengalaman dan memperlihatkan perubahan kognitif anak-anak akan terjadi bila situasi mereka dirancang untuk memungkinkan gerakan berangsur-angsur ketingkat yang lebih tinggi.
Tetapi teori Piaget tidak berlalu begitu saja tantangan, meliputi bidang-bidang sebagai berikut perkiraan kompetensi anak pada level perkembangan yang berbeda, tahap-tahap,pelatihan anak-anak untuk bernalar pada level yang lebih tinggi dan kebudayaan serta pendidikan.

1.      Perkiraan Kompetensi Anak

Beberapa kemampuan kognitif lebih awal dari yang diperkirakan Piaget dan perkembangan selanjutnya lebih lama daripada yang ia yakini. Beberapa aspek pemikiran operasional formal meliputi penalaran abstrak tidak secara konsisten terjadi pada masa awal remaja . orang dewasa seringkali bernalar dengancara yang jauh lebih irasional daripada yang diyakini Piaget.

2.      Tahap-Tahap

Tahap-tahap sebagai satu kesatuan struktur-struktur pemikiran, sehingga berbagai aspek dari suatu tahap terjadi pada waktu yang sama. Kebanyakan developmentalis kontemporer sepakat bahwa perkembangan kognitif anak-anak tidak sebesar tahap seperti pemikiran Piaget.
Neo-Piagetians adalah para developmentalis yang mengkolaborasikan teori Piaget, yakni bahwa dalam banyak aspek perkembangan konitif anak-anak  lebih spesifik daripada yang diperkirakan Piaget. Mereka berpendapat bahwa visi yang akurat dalam perkembangan kognitif anakmeliputi lebih sedikit referensi terhadap tahap-tahap besar dan lebih menekankan peran strategis, keterampilan, seberapa cepat dan otomatis anak-anak dapat memproses informasi, dll.
Selain itu Neo-Piagetians masih yakin bahwa perkembangan kognitif anak-anak mengandung beberapa poperti umum. Mereka juga menekankan bahwa ada suatu pertambahan reguler, berbasis kedewasaan seiring dengan pertambahan usia di dalam beberapa aspek kemampuan memproses informasi anak, seperti seberapa cepat atau efisien anak memproses informasi. Ketika kemampuan memproses informasi anak bertambah seiring dengan betambahnya usia, bentuk kognisi yang baru dan lebih kompleks pada semua penguasaan bidang adalah hal yang mungkin karena anak sekarang dapat mengingat dan berfikir tentang banyak hal sekaligus.

3.      Pelatihan Anak-Anak untuk Bernalar pada Level yang Lebih Tinggi   

Anak-anak pada tahap kognitif seperti pemikiran praoperasional dapat dilatih untuk bernalar pada suatu tahap yang lebih tinggi. Ini merupakan masalah bagi Piaget yang berpendapat bahwa pelatihan semacam itu hanya berfungsi di tingkat permukaan saja dan tidak efektif kecuali bila anak berada pada suatu transisi dari satu tahap ke tahap berikutnya.

4.      Kebudayaan dan Pendidikan

Kebudayaan dan pendidikan memberi pengaruh yang lebih kuat pada perkembangan anak- anak daripada yang diyakini oleh piaget usia dimana individu memerlakukan keterampilan konserfasi terkait dengan sejauh mana kebudayaan mereka menyediakan kebiasaan yang dilakukan di dalam bab 8 kita telah mempelajari bertambahnya minat para pakar untuk mengetahui bagaimana perkembangan kognitif anak mengalami kemajuan melalui interaksi dengan orang- orang dewasa dan teman sebaya yang lebuh terampil. Dan bagaimana keterlibatan anak- anak didalam suatu kebudayaan mempengaruhi pertumbuhan kognitif mereka.
C.    Pemrosesan Informasi
Di antara pokok-pokok perubahan didalam pemrosesan  informasi selama masa pertengahan dan akhir anak-anak adalah perbaikan didalam memori,skema, dan naskah.
  1. Memori
Dua aspek memori yang terkait dengan peningkatan memori jangka panjang adalan proses pengendalia(control processes) dan karakteristik murid(learner characteristics). Control pracess adalah proses kognitif yang tidak terjadi secara otomatis tetapi memerlukan usaha dan upaya. Proses ini di bawah kendali kesadaran murid dan dapat digunakan untuk memperbaiki memori, dan juga secara tepat di sebut strategi.
  1. Skema
Tema ialah suatu konsep kogmitif yang penting didalam pemrosesan, memori dan informasi. Skema berasal dari pengalaman anak sebelumnya da dalam menghadapi lingkungan, dan mempengaruhi cara anak menyandikan, mengambil kesimpulan dan menyimpan informasi. Suatu cerita sederhana memiliki suatu struktur bagi mereka dan setelah cukup sering mendengar cerita-cerita anak-anak mengembangkan ekspetasi yang kuat tentang jenis informasi apa yang terkandung dalam suatu cerita.
  1. Naskah
Suatu skema bagi suatu peristiwa. Skrip pertama anak-anak tampak pada perkembangan yang sangat dini mungkin seawall tahun pertama kehidipannya. Anak memiliki skrip yang jelas pada saat mereka masuk sekolah. Ketika mereka berkembang skrip mereka menjadi lebih halus dan canggih.
  1. Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi, pikiran manusia dan cara kerjanya yang telah di akumulasikan oleh anak-anak melalui pengalaman, dan disimpan dalam memori jangka panjang. Banyak developmentalis yakin bahwa pengetahuan metakognitif menguntungkan pembelajaran sekolah dan bila murid-murid kurang menguasai pengetahuan metakognitif, pengetahuan ini kemungkinan dapat di ajarkan pada mereka.
  1. Pemantauan Kognitif
Merupakan proses pengadaan pemeriksaan atas apa yang sedang anda lakukan, yang akan anda kerjakan dan seberapa efektif kegiatan mental berkembang. Ketika anak-anak terlibat di dalam suatu kegiatan seperti membaca, menuliis, atau memecahkan suatu soal matematika, mereka secara berulang-ulang melakukan pemeriksaan atas apa yang sedang mereka kerjakan dan menyusun tugas yang akan mereka rencanakan selanjutnya.
Program pembelajaran dalam membaca secara komprehensif: menulis, dan matematika telah di rancang untuk mempercepat perkembangan pemantauan kognitif.
Pengajaran timbal balik ialah suatu prosedur pembelajaran yang di gunakan oleh brown dan palincsar untuk mengembangkan pemantauan kognitif yang mengharuskan murid-murid mengambil giliran memimpin satu kelompok belajar dengan menggunakan strategi untuk memahami dan mengingat isi teks. Prosedur melibatkan anak-anak secara aktif mengajarkan mereka tekhnik-tekhnik untuk mencerminkan pemahaman mereka sendiri, dan interaksi kelompok ini sangat memitifasa dan menarik saat ini banyak penelitian telah mendokumentasikan kekutan kerja sama antara teman sebaya di dalam pembelajaran.
  1. Pemikiran Kritis
Anak-anak perlu berbuat lebih banyak daripada sekedar memingat atau menyerap secara pasif  informasi baru mereka harus belajar bagaimana berpikir secara kritis. Pemikiran kritis yaitu memahami makna masalah secara lebih dalam, mempertahankan agar pikiran tetap terbuka terhadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda, dan berpikir secara reflektif dan bukan hanya menerima pernyataan dan melaksanakan prosedur tanpa memahami dan evaluasi yang signifikan.
Untuk berpikir kritis atau memecahkan setiap masalah atau mempelajari setiap pengetahuan baru anak-anak harus mengambil peran yang aktif di dalam belajar, berarti anak perlu mengmbangkan berbagai proses berpikir yang aktif seperti : mendengarkan secara seksama, mengidentifikasi pernyataan-pernyataan, mengorganisasikan pemikiran mereka, memperhatikan persamaan dan perbedaan, melakukan deduksi(penalara dari umum ke spesifik), membedakan antara kesimpulan yang secara logika valid dan tidak valid.
Anak-anak harus belajar melihat banyak hal dari berbagai sudut pandang bila mereka tidak dapat menginterpretasikan informasi lebih dari satu sudut pandang mungkin mereka akan bersandar pada seperangkat informasi yang tidak memadai. Bila anak-anak tidak di dorong untuk mencari alternative penjelasan dan interpretasi masalah, kesimpulan mereka di dasarkan semata-mata atas harapan mereka sendiri, prasangka, stereotik, dan pengalaman pribada yang dapat mengarah kepada kesimpulan yang keliru.
Anak-anak memerlukan sesuatu untuk dipikirkan akan tetapi suatu kekelirian untuk memusatkan perhatian hanya pada informasi dengan mengabaikan keterapilan berpikir karena anak-anak hanya akan menjadi orang-orang yang memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dapat mengevaluasi dan menerapkannya. Para peneliti menemukan bahwa program pemikiran kritis lebih efektif bila di kembangkan dalam bidang-bidang yang spesifik dari pada bidang umum.
D.    Inteligensi
Inteligensi (intelligence) adalah kemampuan verbal, keterampilkan-keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.
Komponen-komponen inteligensi sangat dekat dengan ketrampilan-ketrampilan pemrosesan informasi dan bahasa yang telah kita diskusikan dalam berbagai tahap perkembangan anak. Perbedaan antara bagaimana kita mendiskusikan keterampilan-keterampilan pemrosesan informasi dan bahasa dengan bagaimana kita akan mendiskusikan inteligensi terletak pada konsep perbedaan-perbedaan dan penilaian individual. Perbedaan-pebedaan individual adalah cara-cara konsisten, stabil yang membedakan kita dari individu yang lain. Sejarah studi inteligensi berfokus secara ekstensif pada perbedaan-perbedaan individual dan penilaiannya. Misalnya, suatu tes inteligensi akan menginformasikan kepada kita apakah seorang anak dapat bernalar secara lebih logis daripada anak-anak lain yang mengikuti tes itu.
  1. Pengembangan Konsep Usia Mental (Alferd Binet)
Salah satu pakar psikolog yang bernama Alfred Binet mengembangkan suatu metode yang akan menentukan murid-murid mana yang tidak memperolah keuntungan dari sistem pembelajaran sekolah umum. Binet mengembangkan konsep usia mental (mental age-MA) yaitu suatu level perkembangan mental individual dibandingkan dengan orang lain. Binet berfikir bahwa anak-anak yang terbelakang secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normalyang berusia lebih muda. Ia mengembangkan norma-norma inteligense dengan menguji 50 orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak terbelakang secara mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga diuji, dan performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama di dala sampel normal. Rata-rata skor usia mental (mental age/MA) berkaitan dengan usia kronologis (chronological age/CA), yakni usia sejak lahir. Seorang anak yang cerdas memiliki MA diatas CA, seorang anak yang bodoh memiliki MA dibawah CA. istilah intelligence quotient (IQ) dikembangkan oleh William Stern. IQ ialah usia mental anak-anak dibagi usia kronologis kali 100.
Tes Stanford-Binet yang sekarang (dinamakan sesuai dengan Universitas Stanford, dimana revisi tes dilakukan) diberikan ke orang-orang yang berusia antara 2 tahun hingga masa dewasa. Tes meliputi sejumlah besar item, beberapa memerlukan jawaban verbal, yang lain jawaban non verbal. Bentuk-bentuk tes yang mencerminkan tingkat inteligensi orang dewasa meliputi pendefinisian kata-kata seperti tidak seimbang (disproportionate) dan tempat hormat (regard),menjelaskan suatu peribahasa, dan membandingkan tidak melakukan apa-apa (idleness) dengan malas (laziness).
Selain tes Stanford-Binet, tes inteligensi individu yang paling luas digunakan ialah Wechsler scales,yang dikembangkan oleh David Wechsler. Skala Wechsler tidak hanya menyajikan IQ secara keseluruhan, tetapi item-itemnya telah dikelomokkan sesuai dengan keduabelas subskala, enam verbal, dan enam non verbal. Ini memungkinkan penguji memperoleh skor IQ verbal dan nonverbal yang terpisah dan melihat secara cepat dibidang-bidang performa mental mana si anak memiliki skor dibawah rata-rata, rata-rata, atau diatas rata-rata.
Teori kontemporer Robert J. Sternberg (1986,1989) menyatakan bahwa inteligensi memiliki tiga faktor.  Triarchic theory ialah teori Sternberg bahwa inteligensi terdiri atas inteligensi komponensial, inteligensi eksperiensial dan inteligensi kontekstual. Dalam pandangan Sternberg tentang inteligensi komponensial, unit dasar di dalam inteligensi ialah komponen, yang didefinisikan secara sederhana sebagai unit dasar pemrosesan informasi. Sternberg yakin komponen-komponen semacam itu meliputi kemampuan untuk memperoleh atau menyimpan informasi; mentransfer informasi, merencanakan, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah; dan menterjemahkan pemikiran-pemikiran kita dalam wujud performa.
          Bagian kedua model Sternberg berfokus pada pengalaman. Menurut Sternberg, orang-orang intelektual memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah secara tepat, tetapi mereka juga belajar bagaimana memecahkan masalah biasa dengan menghafal secara otomatis, menghafal jalan sehingga pikiran-pikiran mereka bebas menangani masalah-masalah lain yang memerlukan wawasan dan kreativitas.
Bagian ketiga model Sternberg ini meliputi inteligensi praktis, seperti bagaimana keluar dari kesulitan, bagaimana mengganti sekring, dan bagaimana bergaul dengan orang. Sternberg menjelaskan inteligensi praktis atau kontekstual ini sebagai segala informasi penting yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata yang memang tidk diajarkan disekolah. Ia yakin inteligensi kontekstual kadang-kadang lebih enting daripada “pengetahuan buku” yang seringkali diajarkan disekolah.
Tetapi perkembangan psikologi lainnya, Howard Gardner (1983,1989) yakin ada tujuh tipe inteligensi; verbal, matematis, kemampuan untuk menganalisis dunia secara spasial (ability to spatially analyze the world), keterampilan gerakan, keterampilan yang berwawasan untuk menganalisis diri kita sendiri, keterampilan yang penuh wawasan untuk menganalisis orang lain, dan keterampilan-keterampilan musik. Gardner yakin bahwa masing-masing ketujuh tipe inteligensi itu dapat dihancurkan oleh kerusakan otak, bahwa masing-masing tipe meliputi keterampilan-keterampilan kognitif yang unik, dan bahwa masing-masing ditampilkan di dalam bentuk  yang berlebihan pada orang-orang yang berbakat dan idiot (orang-orang yang secara secara mental terbelakang tatapi yang memiliki ketrampilan yang susah dipercaya di dalam bidang tertentu, seperti melukis, musik atau berhitung).
  1. Tes Intelegensi Bias Kebudayaan
Kelompok-kelompok minoritas seringkali berbicarasuatu bahasa yang sangat berbeda dari bahasa Inggris standar. Akibatnya mereka mungkin dirugikan ketika mereka mengikuti tes-tes intelegensi yang berorientasi kepada kaum kulit putih kelas menengah. Tes-tes yang adil secara kebudayaan (culture-fair test) adalah tes yang dirancang untuk mengurangi bias kebudayaan. Dua tipe tes yang adil secara kebudayaan ini telah dikembangkan. Tipe pertama meliputi item-item yang akrab dengan orang-orang dari semua latar belakang sosial ekonomi dan etnis, atau item-item yang kurang begitu akrab dengan orang yang mengikuti tes. Tipe kedua ialah semua item verbal dibuang. Walaupun tes ini dirancang agar adil kebudayaan, orang-orang yang berpendidikan tetap memiliki skor yang lebih tinggi pada tes itu daripada orang-orang yang kurang berpendidikan.tes-tes yang adil secara kebudayaan mengingatkan kita bahwa tes-tes intelegensi tradisional kemungkinan terbias secara kebudayaan, tetapi tes-tes yang adil secara kebudayaan, tetapi tes-tes yang yang adil secara kebudayaantidak memberi kita suatu alternatif yang memuaskan. Mengembangkan suatu tes yang benar-benar adil secara kebudayaan – suatu tes yang mengesampingkan peran pengalaman yang berasal dari latar belakangsosial ekonomi dan etnis adalah sulit dan mungkin mustahil.
  1. Penggunaan dan Penyalahgunaan Tes-tes Intelegensi
Tes inetelegensi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang posituf atau dapat digunakan secara salah.banyak orang tidak mengetahui bagaimana menginterpretasikan hasil suatu tes intelegensi dan generalisasi tentang seseorang terlalusering dilakukan atas dasar skor IQ semata-semata. Kita memiliki kecenderungan di dalam budaya kita, untuk melihat intelegensi atau IQ yang tinggi sebagai nilai tertinggi manusia. Walaupun memiliki sejumlah keterbatasan, bila digunakan secara bijak oleh penguji yang berkompeten, tes intelegensi memberi informasi yang bernilai bagi manusia, tidak tersediabanyak alternatif bagi tes intelegensi. Pertimbangan-pertimbangan subyektif tentang individu-individu akan melahirkan bias kembali. Tes-tes intelegensi dirancang untuk menghilangkan bias semacam itu.
E.     Ekstrim Intelegensi
Ekstrim intelegensi yaitu tes intelegensi yangyang telah digunakan untuk menemukan indikasi-indikasi keterbelakangan mental (mental retardation) atau bakat intelektual (intellectual giftness).
  1. Keterbelakangan Mental
Keterbelakangan mental (mental retardation) adalah suatu kondisi kemampuan mental yang terbatas, dimana individu memiliki IQ yang rendah, biasanya di bawah 70 menurut tes intelegensi tradisional, dan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental diidentifikasi dengan kurangnya keterampilan dalam belajar dan mengurus diri sendiri. Ada klasifikasi keterbelakangan mental. Sekitar 89% orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental masuk ke dalam kategori ringan, dengan IQ 55 hingga 70. sekitar 6% diklasifikasikan sebagai keterbelakangan sedang, dengan IQ 40 hingga 54. orang-orang in dapat mencapai tingkat keterampilan kelas dua dan dapat mengurusnya dirinya sendiri sebagai orang dewasa dengan melakukan beberapa tipe pekerjaan. Sekitar 3,5% orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental masuk dalam kategori parah, dengan IQ 25 hingga 39. Orang-orang ini belajar berbicara dan melibatkan diri dengan tugas-tugas yang sangat sederhana, tetapi memerlukan pengawasan yang ekstensif. Kurang dari 1% memiliki IQ di bawah 25; mereka masuk dalam klasifikasi keterbelakangan mental yang sangat parahdan memerlukan pengawasan yang tetap.
Keterbelakangan mental dapat daisebabkan oleh keterbelakangan organis, atau berasal dari faktor-faktor sosial dan kebudayaan. Keterbelakangan organis (organis retardation) ialah keterbelakangan mental yang disebabkan oleh kelainan genetis atau oleh kerusakan otak; organis mengacu kepada jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh, sehingga ada beberapa kerusakan fisik pada keterbelakangan organis. Down syndrom adalah salah satu bentuk keterbelakangan mental, terjadi ketika suatu kromosom ekstra muncu di dalam susunan genetis seseorang. Kebanyakan orang yang menderita keterbelakangan organis memiliki IQ yang bervariasi antara 0 hingga 50.
Keterbelakangan yang berkaitan dengan kebudayaan keluarga (cultural familial retardation) ialah suat kerusakan mental dimana tidak dapat ditemukan bukti kerusakan otak organis. IQ orangnya bervariasi antara 50 hingga 70. Para psikolog menduga bahwa kerusakan mental semacam itu bersal dari variasi normal yang menyebarkepada orang-orang dengan rentang skor intelegensi di atas 50, dikombinasikan dengan pertumbuhan di dalam suatu lingkungan yang secara intelektual di bawah rata-rata. Anak-anak yang mengalami keterbelakangan jenis ini dapat dideteksi di sekolah-sekolah, karena mereka sering gagal, membutuhkan hadiah-hadiah yang kasat mata (permen), dan sangat peka terhadap apa yang orang lain, teman-teman sebaya dan orang-orang deasa inginkan darinya.

  1. Bakat
Bakat dan gangguan emosional dahulu dianggap saling berkaitan. Orang-orang berbakat cenderung lebih dewasa dan memiliki lebih sedikit masalah-masalah emosional daripada anak-anak lain yang tidak berbakat.
F.     Kreativitas
   Kreativitas (creativity) ialah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah . di jantung proses kreatif adalah kemampuan dan pengalaman yang membentuk upaya individu yang bermisi dan berkesinambungan, yang tak kenal henti dan sepanjang hayat.
G.    Perkembangan Bahasa pada Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak
   Ketika anak-anak berkembang selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, berlangsung perubahan-perubahan di dalam perbendaharaan kata dan tata bahasa mereka. Pertimbangan bilingualisme (kedwibahasaan) menjadi semakin penting.
1.      Perbendaharaan Kata dan Tata Bahasa
Selama masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, suatu perubahan terjadi pada anak-anak berpikir tentang kata-kata. Mereka kurang menjadi kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi perseptual yang berkaitan dengan kata-kata, dan pendekatan mereka menjadi lebih analitis terhadap kata-kata.
Peningkaatan kemampuan anak-anak sekolah dasar untuk menganalisis kata-kata, menolong mereka memahami kata-kata yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. Peningkatan penalaran logis dan ketrampilan analitis anak sekolah dasar menolong mereka dalam memahami konstruksi semacam pengggunan komparatif/perbandingan yang sesuai (lebih pendek, lebih dalam), dan kata-kata sifat (”Bila Anda presiden,...”). Pada akhir tahun-tahun sekolah dasar, anak-anak biasanya dapat menerapkan banyak aturan tata bahasa secara cepat karena anak diajari untuk membaca secara efektif serta anak harus memahami dan mengikuti tata penyusunan bahasa/kata dalam kalimat yang tersusun.
2.      Bilingualisme
Pendidikan  dua bahasa mengacu pada program bagi murid – murid yang kemampuan bahasa inggrisnya terbatas, yang mengajar murid – murid dikelas dalam bahasa mereka sendiri separuh waktu, sementara sebagian waktu lagi mereka belajar bahasa inggris.
Kurangnya kemampuan berbahasa Inggris dengan baik adalah alasan utama murid – murid berbahasa minoritas berprestasi buruk disekolah, dan pendidikan bilingual harus mengupayakan agar murid – murid tidak tertinggal dibelakang dalam suatu mata pelajaran karena mereka harus mempelajari bahasa inggris. Secara minimum, program – program ini meliputi pembelajaran didalam bahasa inggris sebagai bahasa kedua bagi murid – murid yang kemampuan bahasa inggrisnya terbatas.
Kebanyakan program pendidikan dua bahasa hanya merupakan program tradisional yang dikembangkan untuk mendukung murid – murid didalam bahasa Spanyol hingga mereka dapat memahami bahasa Inggris dengan cukup baik untuk belajar di dalam pelajaran reguler, yang diajarkan disekolah umum berbahasa Inggris.
Evaluasi penelitian dua bahasa menghasilkan kesimpulan bahwa dua bahasa tidak mengganggu performa berbahasa anak dalam bahasa anak. Para peneliti semakin lama menyadari dampak – dampak bilingualisme. Misalnya sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, hakekat program bilingualisme sangat beraneka ragam, beberapa kualitasnya bagus, dan beberapa kualitasnya jelek. Beberapa guru didalam program pendidikan bilingual benar – benar biligual, yang lain tidak.
Ada satu keuntungan bilingualisme yang perlu diperhatikan. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang ada di dunia ini yang kebanyakan murid – murid lulusan sekolah menengahnya mengenal bahasa mereka sendiri. Jadi, dengan adanya program pendidikan bilingual peserta didik terbantuk untuk bisa menguasai bahasa lain selain bahasa mereka sendiri.  
H.    Prestasi
Dimensi penting lainnya tentang perkembangan kognitif pada masa pertengahan dan akhir anak ialah prestasi anak – anak. Kita hidup didalam suatu dunia yang berorientasi prestasi dengan standard – standard yang mengajarkan kepada anak – anak bahwa sukses adalah penting.
Standard – standard menegaskan bahwa sukses menuntut semangat bersaing, keinginan untuk menang, motivasi untuk bekerja dengan baik, dan senjata menghadapi segala perbedaan serta kesungguhan agar tujuan tercapai. 
1.      Kebutuhan akan Prestasi
Beberapa orang termotivasi tinggi  untuk berhasil dan berusaha keras untuk lebig unggul. Tipe manusia ini berbeda dalam motivasi prestasi mereka, yakni keinginan untuk mencapai sesuatu, untuk mencapai standar yang unggul, dan untuk bekerja keras untuk unggul.
Psikolog David McClelland (1995) mengukur prestasi dengan memperlihatkan kepada orang – orang, gambar – gambar yang membingungkan yang dapat merangsang jawaban – jawaban yang berkaitan dengan prestasi.  
2.      Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Motivasi intrinsik adalah keinginan internal untuk menjadi kompeten dan melakukan sesuatu demi keinginan itu sendiri, dan motivasi ekstrinsik yang dipengaruhi oleh hadiah – hadiah dan hukuman – hukuman eksternal.
Motivasi intrinsik berarti bahwa motivasi internal harus ditingkatkan dan faktor – faktor eksternal dikurangi. Tetapi di dalam kenyataan, prestasi dimotivasi oleh faktor – faktor internal dan eksternal: anak – anak tidak pernah terpisahkan dari lingkungan eksternal mereka. Anak –anak yang paling berorientasi prestasi ialaah yang memiliki suatu standar prestasi pribadi yang tinggi dan yang memiliki daya saing yang tinggi pula.
Suatu aspek  yang sangat penting dari penyebab internal suatu prestasi ialah upaya. Tidak seperti banyak faktor keberhasilan lainnya, upaya berada di bawah kendali anak – anak dan dapat berubah. Pentingnya upaya di dalam suatu studi, murid – murid kelas tiga hingga enam merasa bahwa upayamerupakan strategi yang paling efektif guna mencapai prestsi akademis yang baik.   
3.      Orientasi Kemampuan Versus Orientasi Tidak Berdaya
Orientasi kemampuan berkaitan erat dengan tekanan pada motivasi intrinsik, ciri – ciri penyebab perilaku internal, dan pentingnya upaya untuk berprestasi. Pakar psikologi perkembangan Valanne Henderson dan Carol Dweck (1990) menemukan bahwa anak – anak memperlihatkan dua respons yang berbeda terhadap keadaan – keadaan yang sulit atau menantang.
The helpless orientation menggambarkan anak – anak yang cenderung terjebak oleh pengalaman yang sulit. Anak – anak menghubungkan kesulitan mereka dengan kurangnya kemampuan. Sedangkan The mastery orientation menggambarkan anak – anak yang berorientasi tugas. Sebagai ganti berfokus pada kemampuan, mereka lebih peduli akan strategi belajar mereka.
Faktor psikologi yang mendasari orientasi kemampuan dan orientasi tidak berdaya yaitu kepercayaan diri mereka sendiri atau motivasi internal mereka sendiri yang mempunyai tekat dan kemampuan anak sendiri secara signifikan untuk meraih nilai yang lebih tinggi daripada rekan – rekan mereka sendiri yang yakinintelegensi mereka telah mentok tidak cukup percaya akan kemampuan – kemampuan mereka.
Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa cara murid berfikir tentang intelegensi mereka dan rasa percaya diri mereka atas kemampuan – kemampuan mereka dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk menguasai pelajaran akademis. Keyakinan bahwa mempelajari pelajaran baru menambah intelegensi seseorang, benar – benar dapat meningkatkan kemampuan akademis.
4.      Prestasi pada Anak – Anak Minoritas Etnis  
Temuan - temuan penelitian tentang kelompok – kelompok minoritas terlalu sering disajikan dari sudut ”kekurangan” menurut standard – standard kelas menengah kulit putih. Banyak penelitian tentang anak – anak kelompok minoritas diganggu oleh kegagalan mempertimbangkan status sosial ekonomi (ditentukan oleh beberapa kombinasi antara pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan).
Pakar psikologi pendidikan Sandra Graham mengadakan sejumlah investigasi yang memperlihatkan tidak hanya kelas sosial yang lebih kuat daripada perbedaan – perbedaan kelompok etnis, tetapi juga pentingnya mempelajari motivasi kelompok minoritas dalam konteks teori motivasional umum. Tetap penting untuk diingat perbedaan yang ada di dalam suatu kelompok etnis. Perhatikan anak – anak Amerika keturunan Asia. Banyak anak – anak amerika keturunan asia cocok dengan cina ”anak yang unggul, peraih prestasi luar biasa”, tetapi masih banyak anak yang berjuang hanya untuk belajar bahasa inggris. Citra ”anak yang unggul” cocok dengan banyak anak – anak dari keluarga imigran Asiayang tiba di Amrika Serikat pada akhir tahun 1960 – an dan awal tahun 1970 – an.
Anak – anak Amerika lebih berorientasi prestasi dibanding anak – anak dibanyak negara lain. Tetapi baru – baru ini ada keprihatinan tentang prestasi yang diperlihatkan kebanyakan anak –anak Amerika dibandingkan dengan anak – anak di negara – negara lain yang berorientasi pendidikan yang kuat, seperti jepang, Cina, dan Rusia.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar