Label

Selasa, 24 Januari 2012

SBM


A. Landasan Psikologi Pembelajaran
            Pengetahuan psikologi sangat diperlukan oleh guru sebagai pendidik dalam interaksi pendidikan. Interaksi pendidikan merupakan suatu interaksi pendidikan yang sangat kompleks dan unik, berintikan interaksi antar individu dalam konteks yang bersifat pedagogis. Banyak segi, aspek dan hubungan yang membutuhkan pemahaman secara psikologis, dan banyak masalah yang muncul yang perlu dianalisis dan diatasi dengan pendekatan-pendekatan psikologis.
            Landasan psikologi pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dengan peserta didik, dengan dukungan sarana dan fasilitas tertentu yang berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu. Guru adalah seorang dewasa yang telah mempersiapkan diri dan menjalankan tugas sebagai pendidik, pembimbing, pengajar, dan pelatih siswa. Siswa adalah anak atau remaja yang sedang belajar, sedang mengikuti dan menyesuaikan diri dengan segala aktivitas dan tuntutan yang dibuat oleh guru. Interaksi pendidikan mempunyai suatu ciri dan fungsi khusus, yaitu bersifat dan berfungsi membantu perkembangan siswa. Guru dapat memberikan sejumlah bahan ajaran atau latihan dengan pemilihan metode,sumber, alat-alat bantu pelajaran serta penciptaan interaksi yang tepat pabila guru mempunyai pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang perkembangan serta kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa, baik kemampuan fisik, intelektual, sosial maupun emosianal.
            Situasi pendidikan merupakan interaksi antara guru dengan siswa dalam upaya guru membantu perkembangan siswa mencapai tujuan-tujuan tertentu, dengan berpedoman kepada kurikulum. Dengan pemahanan yang menyeluruh diharapkan guru dapat menyiapkan dan melaksanakan pengajaran dengan lebih baik, mampu memberikan bimbingan yang lebih tepat, terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam memberikan perlakuan pendidikan sehingga siswa dapat mencapai perkembangan yang setinggi-tingginya sesuai dengan potensi yang dimillikinya.
            Berbagai bentuk kegiatan mendidik, mengajar, melatih dan membimbing yang dilakukan guru, tuntutan kemampuan profesional serta latar belakang sosial pribadi dari guru menjadi bahan studi dalam landasan psikologi pendidikan.

B. Pembelajaran sebagai Sistem
            Untuk dapat memahami konsep pembelajaran sebagai sistem, akan diuaraikan satu persatu hal-hal yang meliputi; 1) hakikat belajar mengajar; 2)ciri-ciri belajar mengajar; 3)pembelajaran sebagai sistem.

1. Hakikat Belajar Mengajar
            Belajar mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Pada hakikatnya belajar adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap melalui pengalaman maupun latihan. Inti dari proses pengajaran adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran.   Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan objek dari kegiatan pengajaran.
            Nana Sudjana dalam Djamarah (1995) mengemukakan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik dalam melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Tipe belajar anak yang berbeda menuntut peranan guru sebagai pembimbing lebih besar dalam pengajaran. Terkait dengan hal tersebut, guru harus dapat mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak. Berdasarkan urai tersebut dapat dikatakan bahwa belajar mengajar adalah proses “pengaturan yang dilakukan oleh guru.

2. Ciri-ciri Belajar Mengajar
            Menurut Edi Suardi dalam Djamarah (1995) mengemukakan ciri-ciri kegiatan belajar mengajar antara lain:
  1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tetentu. Hal ini menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian.
  2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Artinya materi didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk untuk mencapai tujuan.
  4. Ditandai dengan aktivitas anak didik, baik secara fisik maupun secara mental.
  5. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam hal ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Selain itu, guru juga harus siap menjadi mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar.
  6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
  7. Ada batas waktu. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus tercapai.
  8. Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.

3. Pembelajaran sebagai Sebuah Sistem
            Belajar mengajar sebagai sebuah sistem memiliki pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sebagai sebuah sistem, kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Tujuan.
Tujuan pembelajaran akan menentukan arah kegiatan yang dilaksanakan. Roestiyah dalam Djamarah (1995) mengemukakan  bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Dalam merumuskan tujuan pengajaran yang perlu diperhatikan adalah kesinambungan setiap jenjang dalam pendidikan dan pengajaran. Tujuan merupakan komponen yang mempengaruhi komponen lain, yaitu bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat , sumber, dan alat evaluasi. Komponen tersebut harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin.
Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni Tujuan Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran – antara serta sasaran – kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi: a) pengembangan bakat secara optimal, b) hubungan antar manusia, c) efisiensi ekonomi dan d) tanggung jawab selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut mewarnai berkenaan dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian serta penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.
2.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi dari proses pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik, yaitu meliputi bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok merupakan bahan pelajaran bahan pelajaran yang menyangkkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan disiplin keilmuannya. Sedangkan bahan pelajaran pelengkap adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok.

3.      Kegiatan belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalan inti kegiatan dalam pendidikan yang telah diprogramkan dan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat menggunakan berbagai metode seperti CBSA, PAKEM, Conttextual Teaching and Learning dan sebagainya. Penggunaan metode disesuaikan dengan materi dan kondisi kelas yang mengarah pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
4.      Metode
Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode diterapkan oleh guru dalam pembelajaran secara bervariasi disesuaikan dengan situasi yang mendukungnya dan kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itulah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Menurut Surahkmad dalam Djamarah (1995) faktor yang mempengaruhi penggunaan metode belajar mengajar antara:
    1. Tujuan berbagai jenis dan fungsinya.
    2. Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya
    3. Situasi dengan berbagai keadaannya
    4. Fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya
    5. Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbada-beda
5.      Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Marimba yang dikutip oleh Djamarah (1995) mengatakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempemudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan. Fungsi Media Mengajar
    1. Mengkonkritkan konsep yang bersifat abstrak, yaitu memberi gambaran nyata kepada siswa tentang materi yang dipelajari
    2. Membangkitkan dan meningkatkan motivasi siswa
    3. Mengoptimalkan fungsi seluruh indra siswa
    4. Memberikan keragaman dalam pengamatan yang berbeda-beda
    5. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan lebih variatif
    6. Memberi pengalaman belajar kepada siswa
    7. Menciptakan kebermaknaan dalam proses belajar mengajar
Gagne mengemukakan lima macam stimulasi belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:
No
Stimulasi
A l a t
1
Kata-kata tertulis
Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
2
Kata-kata lisan
Guru, tape recorder
3
Gambar dan kata-kata lisan
Slides-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster
No
Stimulasi
A l a t
4
Gambar bergerak, kata-kata dan suara lain
Proyektor film bergerak, televisi dan demontrasi
5
Konsep-konsep teoritis melalui gambar
Film bergerak, permainan boneka atau wayang

  1. Sumber Pelajaran
Sumber belajar merupakan bahan atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sumber belajar terdapat di mana saja; lingkungan sekolah yang pemanfaatannya tergantung dari kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebijakan lainnya. Segala sesuatu dapat digunakan sebagai sumber belajar apabila sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan
            Roestiyah yang dikutip oleh Djamarah (1995) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar adalah:
a.       Manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat)
b.      Buku/perpustakaan
c.       Mass media (majalah, surat kabar, radio, tv dan lain-lain)
d.      Dalam lingkungan
e.       Alat pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol dan lain-lain)
f.       Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno)
Sudirman yang dikutip Djamarah (1995) mengatakan bahwa sumber belajar adalah sebagai berikut:
a.   Manusia (people)
b.  Bahan (materials)
c.   Lingkungan (setting)
d.  Alat dan perlengkapan (tool and equipment)
e.   Aktivitas (activities)
1)      Pengajaran berprogram
2)      Simulasi
3)      Karyawisata
4)      Sistem pengajaran modul
Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya meliputi:
-          Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa
-          Materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari
-          Aktivitas yang dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran
7.      Evaluasi
Menurut Nurkancana dan Sumartana dalam Djamarah (1995) evaluasi pendidikan merupakan tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Sedangkan Roestiyah mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat menolong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Dari pengertian evaluasi di atas dapat diketahui tujuan penggunaan evaluasi. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Menurut Pasaribu dan Simanjutak dalam Djamarah (1995) mengatakan bahwa:
a.       Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1)      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2)      Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
3)      Menilai metode mengajar yang digunakan.
b.      Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1)      Merangsang kegiatan siswa.
2)      Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
3)      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4)      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
5)      Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.
Dari tujuan-tujuan yang dikemukakan tersebut, maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat itu dapat ditinjau dari pelaksanaannya dan ketika akan memprogramkan serta melaksanakan proses belajar mengajar di masa mendatang.
Dari tujuan itu dapat dipahami pula bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada evaluasi proses dan produk. Evaluasi proses dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, apakah dalam proses itu ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama setiap komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam suatu pelajaran. Evaluasi produk dimaksud  adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi pelajaran yang telah guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.       Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
b.      Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada oranga tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
c.       Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.
d.      Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat digunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.

C.    Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dalam konteks belajar mengajar maka strategi diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.      Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3.      Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.      Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar sehingga dapat dijadikan pedoman oleh para guru dalam melaksanakan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak, maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Rumusan tujuan yang operasional dalam belajar mengajar  juga mutlak dilakukan oleh guru sebelum melakukan tugasnya. Hasil kegiatan belajar tercermin dalam perubahan perilaku baik secara material – substansial, struktural – fungsional, maupun secara behavior. Untuk memastikan bahwa prestasi yang dicapai oleh siswa adalah hasil kegiatan belajar mengajar maka guru harus mengetahui tentang karakteristik perilaku anak didik yang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Inilah yang disebut dengan entering behavior siswa.
Menurut Abin Syamsuddin dalam Djamarah (1995), entering behavior dapat diidentifikasi dengan cara:
a.   Secara tradisional, dilakukan oleh seorang guru dengan menanyakan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
b.  Secara inovatif,  biasanya dilakukan guru dengan mengadakan pretes kepada peserta didik sebelum mereka melakukan kegiatan belajar mengajar.
Manfaat entering behavior siswa bagi guru adalah:
a.       Mengetahui tingkat kesiapan masing-masing individu peserta didik (readiness), kematangan (maturation) dan tingkat penguasaan (matery) pengetahuan dan keterampilan dasar penyajian bahan baku.
b.      Sebagai bahan pertimbangan dan pemilihan bahan, metode, prosedur, teknik dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai.
c.       Mengetahui pengaruh belajar mengajar yang dilakukan dengan membandingkan nilai pre tes dan pasca tes.
Ada tiga dimensi dari entering behavior siswa yang perlu diketahui oleh guru yaitu:
a.       Batas-batas ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai oleh siswa.
b.      Tingkatan tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa.
c.       Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikofisik.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teorai apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan mempengaruhi hasilnya.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sementara teknik penyajian yang lain lebih terfokus kepada peranan guru  atau alat-alat pengajaran seperti buku atau mesin. Hal yang perlu diketahui bahwa tujuan instruksional yang ingin dicapai tidak selalu tunggal, bisa jadi terdiri dari beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu, guru membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik penyajian supaya kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak membosankan.
Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.
Apa yang harus dinilai dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik yang berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, ketrampilan dan sebagainya. Atau dapat dilihat dari gabungan berbagai aspek.
Sejalan dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Djamarah, Hasibuan (2006) mengemukakan empat hal terkait dengan strategi belajar mengajar sebagai berikut:
1.      Pengaturan guru dan siswa
·         Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran oleh seorang guru atau oleh suatu tim
·         Dalam pengajaran dapat secara tatap muka atau dengan menggunakanperantara media, baik cetak maupun visual
·         Dari segi siswa dapat dibedakan pengajaran klasikal (kelompok besar), kelompok kecil (5-7 siswa) atau pengajaran perorangan
2.      Struktur peristiwa belajar-mengajar
·         Bersifat tertutup, yaitu segala sesuatu telah ditentukan secara relatif ketat
·         Bersifat terbuka, yaitu tujuan khusus, materi serta prosedur yang akan ditempuh untuk mencapainya ditentukan pada saat belajar-mengajar berlangsung
3.      Peranan guru-murid di dalam mengolah pesan
·         Ekspositorik, yaitu pesan yang disampaikan dalam pengajaran telah diolah secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan
·         Heuristik, yaitu siswa diharuskan mengolah pesan dalam pembela jaran. Ada dua sub strategi heuristik yang akhir-akhir ini sering dikemukakan orang, yaitu penemuan discovery dan inquiry.
4.   Proses pengolahan pesan
·         Bersifat deduktif, yaitu proses berpikir yang bergerak dari hal umum ke hal khusus. Pada tataran praktik adalah menguji suati teori atau kesimpulan.
·         Bersifat induktif, yaitu proses berpikir yang bergerak dari hal khusus ke hal umum.
5.   Tujuan belajar
Gagne mengemukakan kondisi-kondisi belajar sesuai dengan  tujuan   belajar yang ingin dicapai, yaitu
·         Ketrampilan intektual, merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan
·         Strategi kognitif, mengatur ”cara belajar” dan berpikir seorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
·         Informasi verbal, merupakan pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
·         Ketrampilan motorik yang diperoleh di sekolah
·         Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang.
Dengan mengacu pada kelima macam hasil belajar tersebut dapat dijabarkan stretegi-strategi belajar-mengajar yang sesuai.
6.   Pengklasifikasian yang lebih komprehensif
Bruce Joyce dan Marsha Weil mengmukakan empat famili model-model mengajar, antara lain:
·         Famili model-model interaksi sosial, yang terdiri dari model jurisprudensial, kerja kelompok, inkuirisosial, metode laboratorium.
·         Famili model-model pengolahan informasi, terdiri  dari mengajar induktif, latihan inkuiri, inkuiri di dalam IPA, pembentukan konsep, model developmental, advance organizer.
·         Famili model-model humanistik; pengajaran non direktif, pertemuan kelas, model sinetik, model sistem konseptual.
·         Famili model-model modifikasi, tingkah laku.





Selanjutnya, akan diuraikan hal yang terkait dengan strategi belajar mengajar, yaitu:
1.      Pola-pola Belajar Siswa
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe, yang saling terkait. Tipe yang satu merupakan prasyarat bagi tipe lain yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Signal Learning (Belajar Isyarat)
Merupakan proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat voluntary (tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe ini lebih melibatkan emosional dan prasyaratnya adalah diberikannya stimulus secara serempak dan berulang kali.
b.      Stimulus – Respons Learning (Belajar Stimulus – Respons)
Belajar tipe ini termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error. Kondisi yang diperlukan untuk tipe ini adalah faktor inforcement sehingga waktu antara stimulus pertama dengan stimulus berikutnya menjadi sangat penting. Semakin singkat jarak antara stimulus dengan respon semakin kuat reinforcement.
c.       Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Merupakan proses belajar yang menghubungkan satuan ikatan stimulus dengan respon yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan adalah secara internal peserta didik harus terkuasai sejumlah satuan pola stimulus respon baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan dan reinforcement penting pula bagi berlangsungnya proses belajar ini.
d.      Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Tipe belajar ini setaraf dengan tipe chaining, yaitu belajar menghubungkan satuan ikatan stimulus dengan respon yang satu dengan yang lain.
e.       Discrimanation Learning (Belajar Diskriminasi)
Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua atau lebih stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola yang dianggap paling sesuai. Kondisi yang diperlukan adalah anak didik sudah memiliki kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman.
f.       Concept Learning (Belajar Konsep)
Merupakan tipe belajar pengertian, berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sejumlah stimulus dan objek-objeknya, anak didik membentuk suatu pengertian atau konsep. Kondisi yang diperlukan adalah anak didik menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
g.      Rule Learning (Belajar Aturan)
Merupakan tipe belajar untuk membuat generalisasi, hukum dan kaidah. Anak didik belajar mengombinasikan kaidah logika sehingga dapat menemukan konklusi tertentu yang dapat dipandang sebagai rule: prinsip, aturan, dalil, hukum dsb. Kondisi yang diperlukan adalah anak didik diberitahukan performance yang diharapkan, pertanyaan yang mengingatkan, diberi kata kunci yang mengarah kepada pembentukan kaidah, memberi kesempatan anak didik untuk mengekspresikan & menyatakan kaidah dengan bahasa sendiri, diberi kesempatan untuk merumuskan rule dalam bentuk formal.
h.      Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Tipe belajar untuk memecahkan masalah. Anak didik belajar merumuskan memecahkan masalah dengan kaidah-kaidah yang dikuasainya. Menurut John Dewey belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut: merumuskan & menegaskan masalah, mencari fakta pendukung & merumuskan hipotesis, mengevaluasi alternatif pemecahan & dikembangkan dan mengadakan pengujian atau verifikasi.
Kondisi yang diperlukan adalah anak didik memiliki dan menguasai proses-proses belajar fundamental lainnya. Sedangkan kondisi lain yang diperlukan: anak didik diberikan stimulus yang dapat menimbulkan situasi bermasalah, anak didik diberi kesempatan untuk memilih dan berlatih merumuskan dan mencari alternatif pemecahannya, serta anak didik diberi kesempatan untuk berlatik dan mengalami sendiri melakasanakan pemecahan dan pembuktiannya.
2.      Memilih pendekatan belajar mengajar
Beberapa sistem pengajaran yang menarik perhatian akhir-akhir ini adalah sebagai berikut:
a.       Enquiry – Discovery Learning
Merupakan sistem belajar dengan cara mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem pengajaran ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk final, tetapi anak diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya adalah: simulation, problem statement, data collection, data processing, verification dan generalization. Pendekatan ini sangat cocok untuk pelajaran yang bersifat kognitif, hanya saja memerlukan waktu yang cukup banyak dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
b.      Ekspository Learning
Dalam sistem ini guru telah mempersiapkan materi dalam bentuk yang rapi, sistematis, dan lengkap. Anak didik tinggal menyimak dan mencerna saja. Secara garis besar prosedurnya adalah: preparasi, apersepsi, presentasi dan resitasi.
c.       Mastery Learning
Dalam kegiatan mastery learning ini guru harus mengusahakan upaya-upaya yang dapat mengantarkan kegiatan anak didik ke arah tercapainya penguasaan penuh terhadap bahan pelajaran yang diberikan.
Menurut Suharsini Arikunto kegiatan meliputi pengayaan dan perbaikan. Pengayaan untuk kelompok anak didik cepat sedangkan perbaikan kegiatan yang diberikan kepada anak didik yang belum menguasai bahan pelajaran dengan maksud mempertinggi tingkat penguasaan terhadap bahan mata pelajaran.
Menurut Suharsini Arikunto secara garis besar kegiatan pengayaan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kegiatan pengayaan yang berhubungan dengan topik modul pokok dan yang tidak berhubungan dengan topik modul pokok.
Dalam kegiatan perbaikan Suharsini Arikunto mengusulkan beberapa metode yang dapat digunakan yaitu: pemberian tugas dan resitasi, diskusi, pendekatan proses, penemuan, kerja kelompok, eksperimen, tanya jawab dan metode lain serta gabungan dari metode tersebut.
d.      Humanistic Education
Karakteristik pokok dari metode ini adalah guru jangan membuat jarak terlalu tajam dengan siswa. Tujuan akhir yang hendak dicapai adalah self actualization seoptimal mungkin dari setiap anak didik.
e.       Pengorganisasian Kelompok Belajar
Memperhatikan berbagai cara pendekatan atau sistem belajar mengajar seperti yang telah diuraikan sebelumnya, disarankan pengorganisasian kelompok belajar sebagai berikut:
1.      N1. Pada situasi ekstrem, kelompok belajar itu mungkin hanya seorang. Untuk peserta yang hanya seorang, metode yang sesuai mungkin konsep belajar mengajar tutorial, pengajaran berprogram, studi individual (independent study).
2.      N2-N20. Untuk kelompok kecil sekitar dua sampai dua puluh orang, metode belajarnya bisa diskusi atau seminar. Menggunakan metode klasikal (classroom teaching). Tekniknya meungkin bervariasi sesuai kemampuan guru untuk mengelolanya.
3.      N lebih dari 40 orang. Kalau kelompok belajar melebihi 40 orang, pesertanya digabung, biasanya disebut audience. Metode belajarnya adalah kuliah atau ceramah.


3. Implementasi Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pengawasan itu turut menentukan lingkungan itu membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar dalam suatu kelas adalah job description proses belajar mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok siswa. Sehubungan dengan hal ini, job description guru dalam implementasi proses belajar mengajar adalah:
1.      Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar.
2.      Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar.
3.      Menggerakkan anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan dan mengarahkan motivasi belajar siswa. Penggerak atau motivasi di sini pada dasarnya mempunyai makna lebih dari pemerintah, mengarahkan, mengaktualkan dan memimpin.
4.      Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang, membantu, menugaskan dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya.
5.      Penelitian yang lebih bersifat penafsiran (assesment) yang mengandung pengertian yang lebih luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.
Berbagai upaya diusahakan untuk menganalisis proses pengelolaan belajar mengajar ke dalam unsur-unsur komponennya. Komponen tersebut meliputi:
  1. Merencanakan, yaitu mempelajari masa mendatang dan menyusun rencana kerja.
  2. Mengorganisasi, yakni membuat organisasi, usaha, manajer, tenaga kerja dan bahan.
  3. Pengkoordinasikan, yaitu menyatukan dan mengkorelasikan semua kegiatan.
  4. Mengawasi, memeriksa agar segala sesuatu dikerjakan sesuai dengan peraturan yang digariskan dan instruksi-instruksi yang diberikan.
Tahap-tahap pengelolaan dan pelaksanaan proses belajar mengajar dapat diperinci sebagai berikut:
1.      Perencanaan
a.       Menetapkan apa yang mau dilakukan, kapan dan bagaimana cara melakukannya.
b.      Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaankerja untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target.
c.       Mengembangkan alternatif-alternatif.
d.      Mengumpulkan dan menganalisis informasi
e.       Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
2.      Pengorganisasian
a.       Menyediakan fasilitas, perlengkapan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menyusun kerangka yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan.
b.      Pengelompokkan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
c.       Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
d.      Merumuskan, menetapkan metode dan prosedur.
e.       Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan tenaga kerja serta mencari sumber lain yang diperlukan.
3.      Pengarahan
a.       Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci.
b.      Memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam melaksanakan rencana dan pengambilan keputusan.
c.       Mengeluarkan instruksi-instruksi yang spesifik.
d.      Membimbing, memotivasi dan melakukan supervisi.
4.      Pengawasan
a.       Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, dibandingkan dengan rencana.
b.      Melaporkan penyimpanan untukk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar dan saran-saran.
c.       Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan.
Selanjutnya untuk meningkatkan hasil belajar dalam bentuk pengaruh instruksional dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal yang positif dan berguna buat siswa, guru harus pandai memilih apaisi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Ada juga jenis belajar yang perlu dibedakan, yakni belajar konsep dan belajar proses, belajar konsep lebih menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta dan prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan guru, yaitu bahan atau isi pelajaran dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih ditekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarakan dan dipelajari.
Bila persoalan belajar keterampilan proses itu dikaitkan dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), maka tampak beberapa kesamaan konseptual. Baik belajar konsep, maupun belajar keterampilan proses, keduanya mempunyai ciri-ciri:
  1. Menekankan pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai.
b.  Menekankan pentingnya keterlibatan siswa di dalam proses belajar.
  1. Menekankan bahwa belajar adalah proses dua arah yang dapat dicapai oleh anak didik.
d.  Menekankan hasil belajar secara tuntas dan utuh.
Belajar keterampilan proses, seperti halnya belajar siswa aktif, bukanlah merupakan gagasan yang bersifat kaku. Belajar keterampilan proses seperti halnya belajar siswa aktif, bukanlah merupakan gagasan yang bersifat kaku. Belajar keterampilan proses tidak dapat dipertentangkan dengan belajar konsep sehingga keduanya merupakan dua jenis terpisah. Keduanya merupakan garis kontinum, yang satu menekankan penghayatan proses dan yang lain lebih menekankan perolehan atau hasil, pemahaman fakta dan prinsip. Belajar keterampilan proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada meateri atau bahan pelajaran yang dipelajari. Sebaliknya, belajar konsep tidak mungkin terjadi tanpa keterampilan proses pada siswa. Begitu jugahalnya cara belajar aktif tidak bisa dipertentangkan dengan cara belajar siswa tidak aktif. Yang dapat dikemukakan adalah terdapat kegiatan belajar yang mempunyai kadar keaktifan siswa yang tinggi dan ada kegiatan belajar dengan keaktifan siswa yang rendah. Tidak ada kegiatan belajar dengan kadar keaktifan nol. Cara belajar siswa aktif tidak selamanya berorientasi keterampilan, tetapi juga belajar siswa aktif bisa terjadi waktu siswa mempelajrari konsep, fakta dan prinsip. Bisa juga belajar keterampilan proses terjadi dengan kadar keaktifan siswa rendah. Belajar konsep dengan kadar keaktifan siswa rendah cenderung memperlihatkan modus belajar mengajar yang lebih ekspositori, sedangkan belajar keterampilan proses dengan kadar keaktifan siswa tinggi cenderung bermodus discovery.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan. Kemampuan mengatur proses belajar mengajar yang baik akan menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran. Siswa dapat belajar dalam suasana wajar, tanpa tekanan dan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa memerlukan sesuatu yang memungkinkan dia berkomunikasi secara baik dengan guru, teman, maupun dengan lingkungannya. Kebutuhan akan bimbingan, bantuan dan perhatian guru yang berbeda untuk setiap individu siswa.
Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaaturan penggunaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran di kelas, serta pengelompokkan siswa dalam mengajar.
Tujuan pengajaran merupakan pangkal tolak keberhasilan dalam pengajaran. Makin jelas rumusan tujuan makin mudah menyusun rencana dan mengimplementasikan kegiatan belajar mengajar dengan bimbingan guru. Dalam perumusan tujuan instruksional khusus perlu dipertimbangkan hal-hal:
a.       Kemampuan dan nilai-nilai apa yang ingin dikembangkan pada diri siswa.
b.      Bagaimana cara mencapai tujuan itu secara bertahap atau sekaligus.
c.       Apakah perlu menekankan aspek-aspek tertentu.
d.      Seberapa jauh tujuan itu dapat memenuhi kebutuhan perkembangan siswa.
e.       Apakah waktu yang tersedia cukup untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
Selanjutnya berkenaan dengan waktu yang tersedia untuk setiap pelajaran per caturwulan, per tahun, sangat berbatas. Karena itu diperlukan pengaturan waktu, diharapkan siswa dapat melakukan berbagai kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Waktu yang tersedia bisa dirasakan lama dan sumber kebosanan, buat anak dalam belajar.  Sebaliknya, bisa juga dirasakan singkat diisi dengan kegiatan-kegiatan yang menggairahkan siswa dalam belajar. Waktu yang tersedia hendaknya diisi dengan aktivitas bermakna dan dapat memberikan hasil belajar produktif selain menggairahkan.
Dalam pengaturan ruang belajar perlu diperhatikan:
1.      Ukuran dan bentuk kelas.
2.      Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa.
3.      Jumlah siswa dalam kelas.
4.      Jumlah siswa dalam tiap kelompok.
5.      Jumlah siswa dalam tiap kelas.
6.      Komposisi siswa dalam kelompok, yang pandai, yang kurang pandai, jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Kemudian agar kegiatan belajar itu sesuai dengan kebutuhan cara belajar siswa, diperlukan pengelompokkan siswa dalam belajar. Dalam penyusunan anggota kelompok perlu pertimbangan antara lain:
  1. Kegiatan belajar apa yang akan dilaksanakan.
  2. Siapa yang menyusun anggota kelompok, guru, siswa, atau guru dan siswa bersama-sama.
  3. Atas dasarapa kelompok itu disusun.
  4. Apakah kelompok itu selalu tetap atau berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan cara belajar.
Untuk mewujudkan suasana belajar di mana siswa menjadi pusat kegiatan belajar atau kegiatan siswa aktif, organisasi, kursi dan alat-alat lain harus mudah dipindah-pindahkan untuk kepentingan kerja kelompok. Ruangan dan fasilitas yang tersedia perlu diatur untuk melayani kegiatan belajar. Ruang gerak guru dalam organisasi proses belajar mengajar tidak terbatas. Kegiatan mengarahkan, menjelaskan, memberikan jawaban spontan, serta memberikan umpan-balik, merupakan kegiatan guru untuk memenuhi kebutuhan siswa yang beraneka ragam.
Dalam melayani kegiatan belajar aktif, pengelompokan siswa mempunyai arti tersendiri. Pengelompokan siswa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu:
  1. Menurut kesenangan berteman
Kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok siswa yang disusun atas keakraban antar siswa. Kelompok terdiri atas sejumlah siswa menurut mereka kawan-kawan dekat. Mereka duduk mengelilingi meja yang disusun berhadapan. Dalam pengelompokan ini setiap siswa mempelajari atau melakukan kegiatan yang sama.
  1. Menurut kemampuan
Untuk memudahkan pelayanan guru, siswa-siswa dikelompokkan menjadi kelompok cerdas, sedang atau mengengah, dan kelompok siswa yang lambat dan pengelompokkan ini bisa diubah sewaktu-waktu sejalan dengan perkembangan kemampuan individual siswa dalam mempelajari mata pelajaran.
  1. Menurut minat
Suatu ketika ada siswa yang senang menulis, menggambar, sementara siswa yang lain lagi senang ilmu sosial, ilmu alam atau matematika. Para anak didik dikelompokkan atas dasar kegiatan yang sama. Siswa yang melakukan aktivitas belajar yang sama dikelompokkan. Dalam hal ini guru mengamati tiap siswa selain memberi dorongan untuk berpindah dari suatu kegiatan ke kegiatan yang lain.
Perlu diketahui bahwa proses belajar yang bermakna adalah proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas para siswa. Untuk itu guru harus berupaya untuk mengaktifkan kegiatan belajar tersebut. Upaya yang dapat dilakukan guru antara lain:
  1. Melalui karyawisata
Guru membawa para siswa ke luar ruang kelas untuk belajar. Bisa di lingkungan sekolah untuk mengenal situasi dan lingkungan sekolah, bisa juga mengunjungi objek wisata yang ada sangkut pautnya dengan materi pelajaran yang diberikan di sekolah. Dengan begitu pengetahuan dan pemahaman para siswa bertambah berkat pengalamannya selama melakukan karyawisata. Dalam prosesnya disampaikan di kelas dengan situasi yang ada pada objek wisata, sehingga karyawisata itu benar-benar mengaktifkan para siswa.
  1. Melalui seminar
Hasil yang didapat para siswa dari karyawisata perlu dilanjutkan dengan seminar atau diskusi, sehingga pengetahuan siswa menjadi berkembang. Dengan dan melalui seminar atau diskusi, pengalaman para anak didik akan terungkaplah dan aktif memecahkan permasalahan yang tidak bisa dipecahkan oleh anak didik secara individual.



DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S.B. dan Zain, Aswan. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:     
                  Rineka Cipta.

Hasibuan, J.J. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Syaodih S., Nana. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:  
                   Remaja Rosdakarya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar