A. Landasan
Psikologi Pembelajaran
Pengetahuan psikologi sangat
diperlukan oleh guru sebagai pendidik dalam interaksi pendidikan. Interaksi
pendidikan merupakan suatu interaksi pendidikan yang sangat kompleks dan unik,
berintikan interaksi antar individu dalam konteks yang bersifat pedagogis. Banyak
segi, aspek dan hubungan yang membutuhkan pemahaman secara psikologis, dan
banyak masalah yang muncul yang perlu dianalisis dan diatasi dengan
pendekatan-pendekatan psikologis.
Landasan psikologi pendidikan
berintikan interaksi antara pendidik (guru) dengan peserta didik, dengan
dukungan sarana dan fasilitas tertentu yang berlangsung dalam suatu lingkungan
tertentu. Guru adalah seorang dewasa yang telah mempersiapkan diri dan
menjalankan tugas sebagai pendidik, pembimbing, pengajar, dan pelatih siswa.
Siswa adalah anak atau remaja yang sedang belajar, sedang mengikuti dan
menyesuaikan diri dengan segala aktivitas dan tuntutan yang dibuat oleh guru.
Interaksi pendidikan mempunyai suatu ciri dan fungsi khusus, yaitu bersifat dan
berfungsi membantu perkembangan siswa. Guru dapat memberikan sejumlah bahan
ajaran atau latihan dengan pemilihan metode,sumber, alat-alat bantu pelajaran
serta penciptaan interaksi yang tepat pabila guru mempunyai pemahaman yang
mendalam dan menyeluruh tentang perkembangan serta kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa, baik kemampuan fisik, intelektual, sosial maupun emosianal.
Situasi pendidikan merupakan
interaksi antara guru dengan siswa dalam upaya guru membantu perkembangan siswa
mencapai tujuan-tujuan tertentu, dengan berpedoman kepada kurikulum. Dengan
pemahanan yang menyeluruh diharapkan guru dapat menyiapkan dan melaksanakan
pengajaran dengan lebih baik, mampu memberikan bimbingan yang lebih tepat,
terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam memberikan perlakuan pendidikan
sehingga siswa dapat mencapai perkembangan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan potensi yang dimillikinya.
Berbagai bentuk kegiatan mendidik,
mengajar, melatih dan membimbing yang dilakukan guru, tuntutan kemampuan
profesional serta latar belakang sosial pribadi dari guru menjadi bahan studi
dalam landasan psikologi pendidikan.
B. Pembelajaran
sebagai Sistem
Untuk dapat memahami konsep
pembelajaran sebagai sistem, akan diuaraikan satu persatu hal-hal yang
meliputi; 1) hakikat belajar mengajar; 2)ciri-ciri belajar mengajar; 3)pembelajaran
sebagai sistem.
1. Hakikat Belajar Mengajar
Belajar mengajar merupakan
istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Pada hakikatnya
belajar adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah
berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Belajar adalah proses perubahan
tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap
melalui pengalaman maupun latihan. Inti dari proses pengajaran adalah kegiatan
belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Dalam
kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan objek dari kegiatan
pengajaran.
Nana Sudjana dalam Djamarah
(1995) mengemukakan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga
dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik dalam melakukan proses belajar. Pada
tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan
kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Tipe belajar anak yang
berbeda menuntut peranan guru sebagai pembimbing lebih besar dalam pengajaran. Terkait
dengan hal tersebut, guru harus dapat mengatur strategi pengajarannya yang
sesuai dengan gaya-gaya belajar anak. Berdasarkan urai tersebut dapat dikatakan
bahwa belajar mengajar adalah proses “pengaturan yang dilakukan oleh guru.
2. Ciri-ciri Belajar Mengajar
Menurut Edi Suardi dalam
Djamarah (1995) mengemukakan ciri-ciri kegiatan belajar mengajar antara lain:
- Belajar
mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu
perkembangan tetentu. Hal ini menempatkan anak
didik sebagai pusat perhatian.
- Ada suatu prosedur (jalannya
interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
- Kegiatan
belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Artinya
materi didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk untuk mencapai
tujuan.
- Ditandai
dengan aktivitas anak didik, baik secara fisik maupun secara mental.
- Dalam
kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam hal ini
guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi
proses interaksi yang kondusif. Selain itu, guru juga harus siap menjadi
mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar.
- Dalam
kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
- Ada
batas waktu. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah
harus tercapai.
- Evaluasi.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tercapainya tujuan pengajaran yang
telah ditentukan.
3. Pembelajaran sebagai Sebuah Sistem
Belajar mengajar sebagai sebuah sistem memiliki
pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain
untuk mencapai tujuan. Sebagai sebuah sistem, kegiatan belajar mengajar
mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan
belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
- Tujuan.
Tujuan pembelajaran akan
menentukan arah kegiatan yang dilaksanakan. Roestiyah dalam Djamarah (1995) mengemukakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah
deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang
kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Dalam
merumuskan tujuan pengajaran yang perlu diperhatikan adalah kesinambungan
setiap jenjang dalam pendidikan dan pengajaran. Tujuan merupakan komponen yang
mempengaruhi komponen lain, yaitu bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar,
pemilihan metode, alat , sumber, dan alat evaluasi. Komponen tersebut harus bersesuaian dan
didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin.
Tujuan itu bertahap dan
berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni Tujuan
Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum, tujuan kurikuler, tujuan
nasional sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi
anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan mempengaruhi
persepsi mereka terhadap sasaran – antara serta sasaran – kegiatan. Sasaran itu
harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan.
Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal manusia yang diidamkan tersebut
harus memiliki kualifikasi: a) pengembangan bakat secara optimal, b) hubungan
antar manusia, c) efisiensi ekonomi dan d) tanggung jawab selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru
maupun anak didik akan turut mewarnai berkenaan dengan gambaran karakteristik
sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang
perencanaan, pengorganisasian serta penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.
2. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah
substansi dari proses pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik, yaitu
meliputi bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran
pokok merupakan bahan pelajaran bahan pelajaran yang menyangkkut bidang studi
yang dipegang oleh guru sesuai dengan disiplin keilmuannya. Sedangkan bahan
pelajaran pelengkap adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang
guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok.
3. Kegiatan belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar
adalan inti kegiatan dalam pendidikan yang telah diprogramkan dan akan
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar,
guru dapat menggunakan berbagai metode seperti CBSA, PAKEM, Conttextual
Teaching and Learning dan sebagainya. Penggunaan metode disesuaikan dengan
materi dan kondisi kelas yang mengarah pada pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.
4. Metode
Metode adalah cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode diterapkan oleh guru dalam
pembelajaran secara bervariasi disesuaikan dengan situasi yang mendukungnya dan
kondisi psikologis anak didik. Oleh karena itulah kompetensi guru diperlukan
dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Menurut Surahkmad dalam Djamarah (1995) faktor
yang mempengaruhi penggunaan metode belajar mengajar antara:
- Tujuan
berbagai jenis dan fungsinya.
- Anak
didik dengan berbagai tingkat kematangannya
- Situasi
dengan berbagai keadaannya
- Fasilitas
dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya
- Pribadi
guru serta kemampuan profesionalnya yang berbada-beda
5. Alat
Alat adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Marimba yang dikutip oleh Djamarah (1995) mengatakan segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat
sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempemudah usaha mencapai tujuan,
dan alat sebagai tujuan. Fungsi Media Mengajar
- Mengkonkritkan
konsep yang bersifat abstrak, yaitu memberi gambaran nyata kepada siswa
tentang materi yang dipelajari
- Membangkitkan dan meningkatkan motivasi siswa
- Mengoptimalkan
fungsi seluruh indra siswa
- Memberikan
keragaman dalam pengamatan yang berbeda-beda
- Menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan dan lebih variatif
- Memberi pengalaman belajar kepada
siswa
- Menciptakan kebermaknaan dalam
proses belajar mengajar
Gagne mengemukakan lima macam stimulasi
belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:
No
|
Stimulasi
|
A l a t
|
1
|
Kata-kata
tertulis
|
Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
|
2
|
Kata-kata lisan
|
Guru, tape
recorder
|
3
|
Gambar dan
kata-kata lisan
|
Slides-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster
|
No
|
Stimulasi
|
A l a t
|
4
|
Gambar bergerak, kata-kata dan suara lain
|
Proyektor film
bergerak, televisi dan demontrasi
|
5
|
Konsep-konsep teoritis melalui gambar
|
Film bergerak, permainan boneka atau wayang
|
- Sumber
Pelajaran
Sumber belajar merupakan bahan
atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi
si pelajar. Sumber belajar terdapat di mana saja; lingkungan sekolah yang
pemanfaatannya tergantung dari kreativitas guru, waktu, biaya, serta
kebijakan-kebijakan lainnya. Segala sesuatu dapat digunakan sebagai sumber
belajar apabila sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
Roestiyah
yang dikutip oleh Djamarah (1995) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar
adalah:
a. Manusia (dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat)
b. Buku/perpustakaan
c. Mass media (majalah, surat kabar, radio,
tv dan lain-lain)
d. Dalam lingkungan
e. Alat pengajaran (buku pelajaran, peta,
gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol dan lain-lain)
f. Museum (tempat penyimpanan benda-benda
kuno)
Sudirman yang dikutip Djamarah (1995)
mengatakan bahwa sumber belajar adalah sebagai berikut:
a. Manusia (people)
b. Bahan (materials)
c. Lingkungan (setting)
d.
Alat dan perlengkapan (tool and
equipment)
e.
Aktivitas (activities)
1)
Pengajaran berprogram
2)
Simulasi
3)
Karyawisata
4)
Sistem pengajaran modul
Aktivitas sebagai sumber
belajar biasanya meliputi:
-
Tujuan
khusus yang harus dicapai oleh siswa
-
Materi
(bahan pelajaran) yang harus dipelajari
-
Aktivitas
yang dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran
7. Evaluasi
Menurut Nurkancana dan
Sumartana dalam Djamarah (1995) evaluasi pendidikan merupakan tindakan atau
suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Sedangkan
Roestiyah mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data
seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa
guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat menolong dan
mengembangkan kemampuan belajar.
Dari pengertian evaluasi di
atas dapat diketahui tujuan penggunaan evaluasi. Tujuan evaluasi dapat dilihat
dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Menurut Pasaribu dan
Simanjutak dalam Djamarah (1995) mengatakan bahwa:
a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan
taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Memungkinkan pendidik/guru menilai
aktivitas/pengalaman yang didapat.
3) Menilai metode mengajar yang digunakan.
b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1) Merangsang kegiatan siswa.
2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau
kegagalan.
3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4) Memperoleh bahan laporan tentang
perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara
belajar dan metode mengajar.
Dari tujuan-tujuan yang dikemukakan
tersebut, maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar.
Manfaat itu dapat ditinjau dari pelaksanaannya dan ketika akan memprogramkan serta
melaksanakan proses belajar mengajar di masa mendatang.
Dari tujuan itu dapat dipahami
pula bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada evaluasi proses dan produk.
Evaluasi proses dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai
bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai
tujuan, apakah dalam proses itu ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama
setiap komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam suatu pelajaran.
Evaluasi produk dimaksud adalah suatu evaluasi
yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa
dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi pelajaran yang telah guru
berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Ketika evaluasi dapat
memberikan manfaat bagi guru dan siswa maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Untuk memberikan umpan balik (feed back)
kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta
mengadakan perbaikan program bagi murid.
b. Untuk memberikan angka yang tepat tentang
kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam
rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada oranga tua, penentuan
kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
c. Untuk menentukan murid di dalam situasi
belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik
lainnya) yang dimiliki oleh murid.
d. Untuk mengenal latar belakang (psikologis,
fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar,
nantinya dapat digunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan
belajar yang timbul.
C. Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu
garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Dalam konteks belajar mengajar maka strategi diartikan
sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik
sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar
berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode
dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga
dapat dijadikan pegangan guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal
keberhasilan atau kriteria serta standar sehingga dapat dijadikan pedoman oleh
para guru dalam melaksanakan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang
selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional
yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar
bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus
dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar berhasil
sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Sasaran
yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang
dirumuskan harus jelas dan konkret sehingga mudah dipahami oleh anak didik.
Bila tidak, maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang
pasti. Rumusan tujuan yang operasional dalam belajar mengajar juga mutlak dilakukan oleh guru sebelum
melakukan tugasnya. Hasil kegiatan belajar tercermin dalam perubahan perilaku
baik secara material – substansial, struktural – fungsional, maupun secara behavior.
Untuk memastikan bahwa prestasi yang dicapai oleh siswa adalah hasil kegiatan
belajar mengajar maka guru harus mengetahui tentang karakteristik perilaku anak
didik yang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Inilah yang disebut dengan
entering behavior siswa.
Menurut Abin Syamsuddin dalam
Djamarah (1995), entering behavior dapat diidentifikasi dengan cara:
a. Secara tradisional, dilakukan oleh
seorang guru dengan menanyakan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum
menyajikan bahan baru.
b. Secara inovatif, biasanya dilakukan guru dengan mengadakan
pretes kepada peserta didik sebelum mereka melakukan kegiatan belajar mengajar.
Manfaat entering behavior siswa
bagi guru adalah:
a. Mengetahui tingkat kesiapan masing-masing
individu peserta didik (readiness), kematangan (maturation) dan
tingkat penguasaan (matery) pengetahuan dan keterampilan dasar penyajian
bahan baku.
b. Sebagai bahan pertimbangan dan pemilihan
bahan, metode, prosedur, teknik dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai.
c. Mengetahui pengaruh belajar mengajar yang
dilakukan dengan membandingkan nilai pre tes dan pasca tes.
Ada tiga dimensi dari entering behavior
siswa yang perlu diketahui oleh guru yaitu:
a. Batas-batas ruang lingkup materi
pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai oleh siswa.
b. Tingkatan tahapan materi pengetahuan,
terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan yang telah dimiliki oleh
siswa.
c. Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi
psikofisik.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara
guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teorai apa yang guru
gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan mempengaruhi hasilnya.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode
dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau
teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan
dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode
supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin
hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sementara teknik
penyajian yang lain lebih terfokus kepada peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti buku atau
mesin. Hal yang perlu diketahui bahwa tujuan instruksional yang ingin dicapai
tidak selalu tunggal, bisa jadi terdiri dari beberapa tujuan atau sasaran.
Untuk itu, guru membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik penyajian supaya
kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak membosankan.
Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria
keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk
menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya.
Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi.
Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi
yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.
Apa yang harus dinilai dan
bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki
oleh guru. Seorang anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik yang
berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya
mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil
ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, ketrampilan dan
sebagainya. Atau dapat dilihat dari gabungan berbagai aspek.
Sejalan dengan pemikiran yang
dikemukakan oleh Djamarah, Hasibuan (2006) mengemukakan empat hal terkait
dengan strategi belajar mengajar sebagai berikut:
1. Pengaturan guru dan siswa
·
Dari
segi pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran oleh seorang guru atau oleh
suatu tim
·
Dalam
pengajaran dapat secara tatap muka atau dengan menggunakanperantara media, baik
cetak maupun visual
·
Dari
segi siswa dapat dibedakan pengajaran klasikal (kelompok besar), kelompok kecil
(5-7 siswa) atau pengajaran perorangan
2. Struktur peristiwa belajar-mengajar
·
Bersifat
tertutup, yaitu segala sesuatu telah ditentukan secara relatif ketat
·
Bersifat
terbuka, yaitu tujuan khusus, materi serta prosedur yang akan ditempuh untuk
mencapainya ditentukan pada saat belajar-mengajar berlangsung
3. Peranan guru-murid di dalam mengolah pesan
·
Ekspositorik, yaitu pesan yang disampaikan dalam
pengajaran telah diolah secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan
·
Heuristik, yaitu siswa diharuskan mengolah pesan
dalam pembela jaran. Ada dua sub strategi heuristik yang akhir-akhir ini sering
dikemukakan orang, yaitu penemuan discovery dan inquiry.
4. Proses
pengolahan pesan
·
Bersifat
deduktif, yaitu proses berpikir yang bergerak dari hal umum ke hal khusus. Pada
tataran praktik adalah menguji suati teori atau kesimpulan.
·
Bersifat
induktif, yaitu proses berpikir yang bergerak dari hal khusus ke hal umum.
5. Tujuan belajar
Gagne mengemukakan kondisi-kondisi belajar sesuai
dengan tujuan belajar yang ingin dicapai, yaitu
·
Ketrampilan
intektual, merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan
·
Strategi
kognitif, mengatur ”cara belajar” dan berpikir seorang dalam arti
seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
·
Informasi
verbal, merupakan pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
·
Ketrampilan
motorik yang diperoleh di sekolah
·
Sikap
dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki
seseorang.
Dengan mengacu pada kelima
macam hasil belajar tersebut dapat dijabarkan stretegi-strategi
belajar-mengajar yang sesuai.
6. Pengklasifikasian
yang lebih komprehensif
Bruce Joyce dan Marsha Weil mengmukakan empat
famili model-model mengajar, antara lain:
·
Famili
model-model interaksi sosial, yang terdiri dari model jurisprudensial, kerja
kelompok, inkuirisosial, metode laboratorium.
·
Famili
model-model pengolahan informasi, terdiri
dari mengajar induktif, latihan inkuiri, inkuiri di dalam IPA,
pembentukan konsep, model developmental, advance organizer.
·
Famili
model-model humanistik; pengajaran non direktif, pertemuan kelas, model sinetik,
model sistem konseptual.
·
Famili
model-model modifikasi, tingkah laku.
Selanjutnya, akan diuraikan hal yang terkait
dengan strategi belajar mengajar, yaitu:
1. Pola-pola Belajar Siswa
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke
dalam delapan tipe, yang saling terkait. Tipe yang satu merupakan prasyarat
bagi tipe lain yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Signal Learning (Belajar Isyarat)
Merupakan proses penguasaan
pola-pola dasar perilaku bersifat voluntary (tidak disengaja dan tidak disadari
tujuannya). Dalam tipe ini lebih melibatkan emosional dan prasyaratnya adalah
diberikannya stimulus secara serempak dan berulang kali.
b.
Stimulus – Respons Learning (Belajar Stimulus – Respons)
Belajar tipe ini termasuk ke dalam instrumental
conditioning atau belajar dengan trial and error. Kondisi yang
diperlukan untuk tipe ini adalah faktor inforcement sehingga waktu
antara stimulus pertama dengan stimulus berikutnya menjadi sangat penting. Semakin
singkat jarak antara stimulus dengan respon semakin kuat reinforcement.
c.
Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Merupakan proses belajar yang
menghubungkan satuan ikatan stimulus dengan respon yang satu dengan yang lain.
Kondisi yang diperlukan adalah secara internal peserta didik harus terkuasai
sejumlah satuan pola stimulus respon baik psikomotorik maupun verbal. Selain
itu prinsip kesinambungan, pengulangan dan reinforcement penting pula bagi
berlangsungnya proses belajar ini.
d.
Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Tipe belajar ini setaraf dengan tipe chaining,
yaitu belajar menghubungkan satuan ikatan stimulus dengan respon yang satu
dengan yang lain.
e.
Discrimanation Learning (Belajar Diskriminasi)
Dalam tipe ini anak didik mengadakan seleksi dan
pengujian di antara dua atau lebih stimulus yang diterimanya, kemudian memilih
pola-pola yang dianggap paling sesuai. Kondisi yang diperlukan adalah anak
didik sudah memiliki kemahiran melakukan chaining dan association serta
pengalaman.
f.
Concept Learning (Belajar Konsep)
Merupakan tipe belajar pengertian, berdasarkan kesamaan
ciri-ciri dari sejumlah stimulus dan objek-objeknya, anak didik membentuk suatu
pengertian atau konsep. Kondisi yang diperlukan adalah anak didik menguasai
kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
g.
Rule Learning (Belajar Aturan)
Merupakan tipe belajar untuk membuat generalisasi, hukum
dan kaidah. Anak didik belajar mengombinasikan kaidah logika sehingga dapat
menemukan konklusi tertentu yang dapat dipandang sebagai rule: prinsip,
aturan, dalil, hukum dsb. Kondisi yang diperlukan adalah anak didik
diberitahukan performance yang diharapkan, pertanyaan yang mengingatkan, diberi
kata kunci yang mengarah kepada pembentukan kaidah, memberi kesempatan anak
didik untuk mengekspresikan & menyatakan kaidah dengan bahasa sendiri,
diberi kesempatan untuk merumuskan rule dalam bentuk formal.
h.
Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Tipe belajar untuk memecahkan masalah. Anak didik
belajar merumuskan memecahkan masalah dengan kaidah-kaidah yang dikuasainya.
Menurut John Dewey belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: individu
menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan
sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah yang digunakan
untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut: merumuskan & menegaskan
masalah, mencari fakta pendukung & merumuskan hipotesis, mengevaluasi
alternatif pemecahan & dikembangkan dan mengadakan pengujian atau
verifikasi.
Kondisi yang diperlukan adalah anak didik memiliki dan
menguasai proses-proses belajar fundamental lainnya. Sedangkan kondisi lain
yang diperlukan: anak didik diberikan stimulus yang dapat menimbulkan situasi
bermasalah, anak didik diberi kesempatan untuk memilih dan berlatih merumuskan
dan mencari alternatif pemecahannya, serta anak didik diberi kesempatan untuk
berlatik dan mengalami sendiri melakasanakan pemecahan dan pembuktiannya.
2.
Memilih pendekatan
belajar mengajar
Beberapa sistem pengajaran yang menarik perhatian
akhir-akhir ini adalah sebagai berikut:
a.
Enquiry – Discovery Learning
Merupakan sistem belajar
dengan cara mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem pengajaran ini guru menyajikan
bahan pelajaran tidak dalam bentuk final, tetapi anak diberi peluang untuk
mencari dan menemukan sendiri dengan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya adalah: simulation, problem statement,
data collection, data processing, verification dan generalization. Pendekatan
ini sangat cocok untuk pelajaran yang bersifat kognitif, hanya saja memerlukan
waktu yang cukup banyak dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat
menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
b.
Ekspository Learning
Dalam sistem ini guru telah
mempersiapkan materi dalam bentuk yang rapi, sistematis, dan lengkap. Anak
didik tinggal menyimak dan mencerna saja. Secara garis besar prosedurnya
adalah: preparasi, apersepsi, presentasi dan resitasi.
c. Mastery Learning
Dalam kegiatan mastery
learning ini guru harus mengusahakan upaya-upaya yang dapat mengantarkan
kegiatan anak didik ke arah tercapainya penguasaan penuh terhadap bahan
pelajaran yang diberikan.
Menurut Suharsini Arikunto
kegiatan meliputi pengayaan dan perbaikan. Pengayaan untuk kelompok anak didik cepat
sedangkan perbaikan kegiatan yang diberikan kepada anak didik yang belum
menguasai bahan pelajaran dengan maksud mempertinggi tingkat penguasaan
terhadap bahan mata pelajaran.
Menurut Suharsini Arikunto secara
garis besar kegiatan pengayaan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
kegiatan pengayaan yang berhubungan dengan topik modul pokok dan yang tidak
berhubungan dengan topik modul pokok.
Dalam kegiatan perbaikan Suharsini
Arikunto mengusulkan beberapa metode yang dapat digunakan yaitu: pemberian
tugas dan resitasi, diskusi, pendekatan proses, penemuan, kerja kelompok,
eksperimen, tanya jawab dan metode lain serta gabungan dari metode tersebut.
d. Humanistic Education
Karakteristik pokok dari
metode ini adalah guru jangan membuat jarak terlalu tajam dengan siswa. Tujuan
akhir yang hendak dicapai adalah self actualization seoptimal mungkin
dari setiap anak didik.
e. Pengorganisasian Kelompok Belajar
Memperhatikan berbagai cara
pendekatan atau sistem belajar mengajar seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, disarankan pengorganisasian kelompok belajar sebagai berikut:
1. N1. Pada situasi ekstrem, kelompok belajar
itu mungkin hanya seorang. Untuk peserta yang hanya seorang, metode yang sesuai
mungkin konsep belajar mengajar tutorial, pengajaran berprogram, studi
individual (independent study).
2. N2-N20. Untuk kelompok kecil sekitar dua
sampai dua puluh orang, metode belajarnya bisa diskusi atau seminar.
Menggunakan metode klasikal (classroom teaching). Tekniknya meungkin bervariasi
sesuai kemampuan guru untuk mengelolanya.
3. N lebih dari 40 orang. Kalau kelompok
belajar melebihi 40 orang, pesertanya digabung, biasanya disebut audience.
Metode belajarnya adalah kuliah atau ceramah.
3. Implementasi Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari
lingkungan sekolah yang diorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar
kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pengawasan itu turut
menentukan lingkungan itu membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang
baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para siswa untuk belajar,
memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar
dalam suatu kelas adalah job description proses belajar mengajar yang
berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok siswa. Sehubungan dengan hal ini, job description guru
dalam implementasi proses belajar mengajar adalah:
1. Perencanaan instruksional, yaitu alat atau
media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar.
2. Organisasi belajar yang merupakan usaha
menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar.
3. Menggerakkan anak didik yang merupakan
usaha memancing, membangkitkan dan mengarahkan motivasi belajar siswa.
Penggerak atau motivasi di sini pada dasarnya mempunyai makna lebih dari
pemerintah, mengarahkan, mengaktualkan dan memimpin.
4. Supervisi dan pengawasan, yakni usaha
mengawasi, menunjang, membantu, menugaskan dan mengarahkan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didesain
sebelumnya.
5. Penelitian yang lebih bersifat penafsiran
(assesment) yang mengandung pengertian yang lebih luas dibanding dengan
pengukuran atau evaluasi pendidikan.
Berbagai upaya diusahakan untuk
menganalisis proses pengelolaan belajar mengajar ke dalam unsur-unsur
komponennya. Komponen tersebut meliputi:
- Merencanakan,
yaitu mempelajari masa mendatang dan menyusun rencana kerja.
- Mengorganisasi,
yakni membuat organisasi, usaha, manajer, tenaga kerja dan bahan.
- Pengkoordinasikan,
yaitu menyatukan dan mengkorelasikan semua kegiatan.
- Mengawasi,
memeriksa agar segala sesuatu dikerjakan sesuai dengan peraturan yang
digariskan dan instruksi-instruksi yang diberikan.
Tahap-tahap pengelolaan dan pelaksanaan
proses belajar mengajar dapat diperinci sebagai berikut:
1. Perencanaan
a. Menetapkan apa yang mau dilakukan, kapan
dan bagaimana cara melakukannya.
b. Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaankerja
untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target.
c. Mengembangkan alternatif-alternatif.
d. Mengumpulkan dan menganalisis informasi
e. Mempersiapkan dan mengkomunikasikan
rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
2. Pengorganisasian
a. Menyediakan fasilitas, perlengkapan dan
tenaga kerja yang diperlukan untuk menyusun kerangka yang efisien dalam
melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan kerja yang
diperlukan untuk menyelesaikan.
b. Pengelompokkan komponen kerja ke dalam
struktur organisasi secara teratur.
c. Membentuk struktur wewenang dan mekanisme
koordinasi.
d. Merumuskan, menetapkan metode dan
prosedur.
e. Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan
tenaga kerja serta mencari sumber lain yang diperlukan.
3. Pengarahan
a. Menyusun kerangka waktu dan biaya secara
terperinci.
b. Memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan
dalam melaksanakan rencana dan pengambilan keputusan.
c. Mengeluarkan instruksi-instruksi yang
spesifik.
d. Membimbing, memotivasi dan melakukan
supervisi.
4. Pengawasan
a. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan,
dibandingkan dengan rencana.
b. Melaporkan penyimpanan untukk tindakan
koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar dan
saran-saran.
c. Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan
koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan.
Selanjutnya untuk meningkatkan hasil
belajar dalam bentuk pengaruh instruksional dan untuk mengarahkan pengaruh
pengiring terhadap hal-hal yang positif dan berguna buat siswa, guru harus
pandai memilih apaisi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus
dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Ada juga jenis belajar yang perlu
dibedakan, yakni belajar konsep dan belajar proses, belajar konsep lebih
menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta dan prinsip, banyak bergantung
pada apa yang diajarkan guru, yaitu bahan atau isi pelajaran dan lebih bersifat
kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih ditekankan
pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarakan dan dipelajari.
Bila persoalan belajar keterampilan proses itu
dikaitkan dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), maka tampak beberapa kesamaan
konseptual. Baik belajar konsep, maupun belajar keterampilan proses, keduanya
mempunyai ciri-ciri:
- Menekankan
pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai.
b. Menekankan pentingnya keterlibatan siswa
di dalam proses belajar.
- Menekankan
bahwa belajar adalah proses dua arah yang dapat dicapai oleh anak didik.
d. Menekankan hasil belajar secara tuntas dan
utuh.
Belajar keterampilan proses, seperti
halnya belajar siswa aktif, bukanlah merupakan gagasan yang bersifat kaku.
Belajar keterampilan proses seperti halnya belajar siswa aktif, bukanlah
merupakan gagasan yang bersifat kaku. Belajar keterampilan proses tidak dapat
dipertentangkan dengan belajar konsep sehingga keduanya merupakan dua jenis
terpisah. Keduanya merupakan garis kontinum, yang satu menekankan penghayatan
proses dan yang lain lebih menekankan perolehan atau hasil, pemahaman fakta dan
prinsip. Belajar keterampilan proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada
meateri atau bahan pelajaran yang dipelajari. Sebaliknya, belajar konsep tidak
mungkin terjadi tanpa keterampilan proses pada siswa. Begitu jugahalnya cara
belajar aktif tidak bisa dipertentangkan dengan cara belajar siswa tidak aktif.
Yang dapat dikemukakan adalah terdapat kegiatan belajar yang mempunyai kadar
keaktifan siswa yang tinggi dan ada kegiatan belajar dengan keaktifan siswa
yang rendah. Tidak ada kegiatan belajar dengan kadar keaktifan nol. Cara belajar
siswa aktif tidak selamanya berorientasi keterampilan, tetapi juga belajar siswa
aktif bisa terjadi waktu siswa mempelajrari konsep, fakta dan prinsip. Bisa
juga belajar keterampilan proses terjadi dengan kadar keaktifan siswa rendah.
Belajar konsep dengan kadar keaktifan siswa rendah cenderung memperlihatkan
modus belajar mengajar yang lebih ekspositori, sedangkan belajar keterampilan
proses dengan kadar keaktifan siswa tinggi cenderung bermodus discovery.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal
yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar dan
pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan. Kemampuan
mengatur proses belajar mengajar yang baik akan menciptakan situasi yang
memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan
pengajaran. Siswa dapat belajar dalam suasana wajar, tanpa tekanan dan dalam
kondisi yang merangsang untuk belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa
memerlukan sesuatu yang memungkinkan dia berkomunikasi secara baik dengan guru,
teman, maupun dengan lingkungannya. Kebutuhan akan bimbingan, bantuan dan
perhatian guru yang berbeda untuk setiap individu siswa.
Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah
belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka memerlukan
pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan
suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar
yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaaturan penggunaan waktu
luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran di kelas, serta
pengelompokkan siswa dalam mengajar.
Tujuan pengajaran merupakan pangkal tolak
keberhasilan dalam pengajaran. Makin jelas rumusan tujuan makin mudah menyusun
rencana dan mengimplementasikan kegiatan belajar mengajar dengan bimbingan
guru. Dalam perumusan tujuan instruksional khusus perlu dipertimbangkan
hal-hal:
a. Kemampuan dan nilai-nilai apa yang ingin
dikembangkan pada diri siswa.
b. Bagaimana cara mencapai tujuan itu secara
bertahap atau sekaligus.
c. Apakah perlu menekankan aspek-aspek
tertentu.
d. Seberapa jauh tujuan itu dapat memenuhi
kebutuhan perkembangan siswa.
e. Apakah waktu yang tersedia cukup untuk mencapai
tujuan-tujuan itu.
Selanjutnya berkenaan dengan waktu yang
tersedia untuk setiap pelajaran per caturwulan, per tahun, sangat berbatas.
Karena itu diperlukan pengaturan waktu, diharapkan siswa dapat melakukan
berbagai kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Waktu yang tersedia
bisa dirasakan lama dan sumber kebosanan, buat anak dalam belajar. Sebaliknya, bisa juga dirasakan singkat diisi
dengan kegiatan-kegiatan yang menggairahkan siswa dalam belajar. Waktu yang
tersedia hendaknya diisi dengan aktivitas bermakna dan dapat memberikan hasil
belajar produktif selain menggairahkan.
Dalam pengaturan ruang belajar perlu diperhatikan:
1. Ukuran dan bentuk kelas.
2. Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa.
3. Jumlah siswa dalam kelas.
4. Jumlah siswa dalam tiap kelompok.
5. Jumlah siswa dalam tiap kelas.
6. Komposisi siswa dalam kelompok, yang
pandai, yang kurang pandai, jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Kemudian agar
kegiatan belajar itu sesuai dengan kebutuhan cara belajar siswa, diperlukan
pengelompokkan siswa dalam belajar. Dalam penyusunan anggota kelompok perlu
pertimbangan antara lain:
- Kegiatan
belajar apa yang akan dilaksanakan.
- Siapa
yang menyusun anggota kelompok, guru, siswa, atau guru dan siswa
bersama-sama.
- Atas
dasarapa kelompok itu disusun.
- Apakah
kelompok itu selalu tetap atau berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan cara
belajar.
Untuk mewujudkan suasana belajar di mana siswa
menjadi pusat kegiatan belajar atau kegiatan siswa aktif, organisasi, kursi dan
alat-alat lain harus mudah dipindah-pindahkan untuk kepentingan kerja kelompok.
Ruangan dan fasilitas yang tersedia perlu diatur untuk melayani kegiatan
belajar. Ruang gerak guru
dalam organisasi proses belajar mengajar tidak terbatas. Kegiatan mengarahkan,
menjelaskan, memberikan jawaban spontan, serta memberikan umpan-balik,
merupakan kegiatan guru untuk memenuhi kebutuhan siswa yang beraneka ragam.
Dalam melayani kegiatan belajar aktif,
pengelompokan siswa mempunyai arti tersendiri. Pengelompokan siswa dapat
dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu:
- Menurut
kesenangan berteman
Kelas dibagi ke dalam beberapa
kelompok siswa yang disusun atas keakraban antar siswa. Kelompok terdiri atas
sejumlah siswa menurut mereka kawan-kawan dekat. Mereka duduk mengelilingi meja
yang disusun berhadapan. Dalam pengelompokan ini setiap siswa mempelajari atau
melakukan kegiatan yang sama.
- Menurut
kemampuan
Untuk memudahkan pelayanan
guru, siswa-siswa dikelompokkan menjadi kelompok cerdas, sedang atau mengengah,
dan kelompok siswa yang lambat dan pengelompokkan ini bisa diubah sewaktu-waktu
sejalan dengan perkembangan kemampuan individual siswa dalam mempelajari mata
pelajaran.
- Menurut
minat
Suatu ketika ada siswa yang
senang menulis, menggambar, sementara siswa yang lain lagi senang ilmu sosial,
ilmu alam atau matematika. Para anak didik dikelompokkan atas dasar kegiatan
yang sama. Siswa yang melakukan aktivitas belajar yang sama dikelompokkan.
Dalam hal ini guru mengamati tiap siswa selain memberi dorongan untuk berpindah
dari suatu kegiatan ke kegiatan yang lain.
Perlu diketahui bahwa proses belajar yang
bermakna adalah proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas para siswa.
Untuk itu guru harus berupaya untuk mengaktifkan kegiatan belajar tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan guru antara lain:
- Melalui
karyawisata
Guru membawa para siswa ke
luar ruang kelas untuk belajar. Bisa di lingkungan sekolah untuk mengenal
situasi dan lingkungan sekolah, bisa juga mengunjungi objek wisata yang ada
sangkut pautnya dengan materi pelajaran yang diberikan di sekolah. Dengan
begitu pengetahuan dan pemahaman para siswa bertambah berkat pengalamannya
selama melakukan karyawisata. Dalam prosesnya disampaikan di kelas dengan
situasi yang ada pada objek wisata, sehingga karyawisata itu benar-benar
mengaktifkan para siswa.
- Melalui
seminar
Hasil yang didapat para siswa
dari karyawisata perlu dilanjutkan dengan seminar atau diskusi, sehingga
pengetahuan siswa menjadi berkembang. Dengan dan melalui seminar atau diskusi,
pengalaman para anak didik akan terungkaplah dan aktif memecahkan permasalahan
yang tidak bisa dipecahkan oleh anak didik secara individual.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, S.B. dan Zain, Aswan. 1995. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta:
Rineka Cipta.
Hasibuan, J.J. 2006. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Syaodih S., Nana. 2003. Landasan
Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar